×

Jumat, 23 November 2018

HUKUM LAW of ATTRACTION (LoA) DALAM ISLAM

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr wb.
Ust. Pernah dengar ada LoA (Law of Attraction)? Bagaimana pandangannya dari sisi akidah?
(Sigit Dwi Mulyanto, Sleman, Jogjakarta. 20 Oktober 2018)

Jawab:

Realitas Law of Attraction (LoA)
Law of Attraction (LoA) seringkali diartikan sebagai hukum gaya tarik terhadap sesuatu berdasarkan cara pandang dan cara kita berpikir terhadap sesuatu. Law of Atraction bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia motivasi. Law of Atraction sudah ada sejak lama di dunia barat. Referensi utanmanya dapat kita rujuk pada buku yang berjudul “The Secret” yang menyatakan bahwa pikiran anda adalah tuhan anda.
Law of Attraction sudah berkembang hampir ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hanya saja, keberadaan Law of Attraction memunculkan pertanyaan mendasar, terutama bagi kaum muslim. Apakah Law of Atraction (LoA) itu sesuai dengan Islam ataukan bertentangan.
Secara garis besar, Law of Attraction merupakan suatu cara sekaligus pandangan bagaimana kita menarik dan menghadirkan objek dan hal-hal tertentu (yang kita pikirkan) ke dalam hidup kita. Law of Attraction dapat secara umum meliputi tigal hal penting. Pertama, Atensi (perhatian). Yang dimaksud atensi di sini adalah memberikan perhatian lebih (fokus) pada objek atau hal-hal tertentu yang kita inginkan, baik pada hal-hal positif atau negatif dan itu akan memberikan pengaruh pada cara pandang.
Kedua, Koneksi yang dimaksud koneksi adalah berupa padangan adanya koneksi (hubungan) diri kita dengan suatu objek yang sudah kita berikan atensi. Ringkasnya dalam unsur koneksi ini, objek yang kita fokuskan akan hadir mengelilingi keseharian kita meskipun objek atau hal-hal tertentu belum kita miliki.   
Ketiga ,Vibrasi. Menurut paham yang diajarkan dalam Law of Attraction, ketika kita telah memberikan atensi terhadap objek atau hal-hal tertentu, kemudian terjadi koneksi antara diri kita dengan objek atau hal-hal tertentu, maka alam semesta akan memberikan vibrasi dan mewujudkan apa yang kita pikirkan dan kita inginkan.
Dapat dipahami bahwa dalam ajaran LoA, jelas-jelas menafikan unsur yang Maha Ghaib yakni Allah Swt dalam memberikan keputusan (takdir) terhadap manusia. Para penggiat LoA meyakini sepenuhnya pada kekuatan pikiran dan alam semesta dalam mewujudkan harapan dan impian.

Pandangan Islam
Dilihat dari sisi fakta realitas LoA, maka LoA merupakan hadharah yakni suatu pandangan hidup yang didasarkan pada paham dan peradaban tertentu yang bukan berasal dari Islam serta bukan dihasilkan dan dibangun di atas aqidah islam.
Keyakinan kuat bahwa alam akan memberikan apa yang kita pikirkan, kita beri atensi, dan kita fokuskan dengan mengesampingkan bahkan menafikan keberadaan Allah sebagai al-Hakim yang memberikan keputusan pada manusia, jelas bertentangan dengan aqidah islam. Aqidah islam telah mengajarkan kita untuk meyakini sepenuhnya bahwa hasil (baik dan buruknya) itu semua berasal dari Allah dan kita wajib beriman.
Memang, dalam islam kita diajarkan untuk melakukan hukum kausalitas (sebab akibat), misalnya bekerja untuk memenuhi nafkan keluarga, berjihad untuk menaklukan musuh-musuh islam yang merintangi dakwah, berdakwah untuk menyebarluaskan islam, menuntut ilmu untuk bisa paham dan beramal saleh, dll.
Hukum kausalitas (sebab akibat) dilhat dari realitas jelas berbeda dengan Law of Attraction (LoA) atau daya tarik alam.
Hukum kausalitas dalam islam didasarkan pada fakta realitas yang terindra untuk mewujudkan suatu tujuan serta dengan batasan-batasan syariat berupa halal dan haram. Misalnya bekerja untuk memenuhi nafkan dengan jalan yang halal. Sedangkan dalam Law of Attraction hanya disasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak ada realitasnya atau pada perkara yang realitasnya tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Terkait kausalitas, Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. (TQS. Ar-Ra’du [13]: 11)

Dalam pandangan islam, manusia memiliki rule of game (aturan main) untuk memberikan dan menetukan sifat terpuji (hasan) dan tercela (qobih) pada benda maupun perbuatan berdasarkan dengan fakta yang terindra dan kesesuaian dengan fitrah manusia. Misal menolong adalah terpuji sedangkan membunuh adalah tercela. Tetapi manusia tidak akan mampu menentukan pahala dan dosa serta halal dan haram pada benda dan perbuatan karena realitas pahala dan dosa tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Yang berhak menentukan pahala dan dosa atas sesuatu adalah Allah Swt. Apa yang dipandang baik dan terpuji oleh manusia belum tentu baik dan terpuji menurut Allah begitupun apa yang dipandang buruk dan tercela oleh manusia belum tentu buruk dan tercela di sisi Allah. Misalnya membunuh adalah perbuatan buruk dan tercela. Tetapi membunuh dalam medan perang saat berjihad adalah perbuatan terpuji di sisi Allah. Contoh lain adalah menolong yang merupakan perbuatan terpuji menurut akal manusia tetapi menolong dalam keharaman, misalnya pinjam meminjam dengan bunga (riba) adalah perbuatan dosa di sisi Allah.
Dengan demikian, penentuan takdir baik dan buruk, sukses dan gagal, rejeki, dll itu semua adalah hak Allah untuk menentukannya, bukan alam semesta.
Allah Swt berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (TQS. At-Taubah [9]: 51)
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?. (TQS. An-Nisa [4]: 78)

kesimpulan
Dari paparan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa Law of Attraction bertentangan dengan islam karena beberapa hal.
1.       Merupakan produk hadharah barat yang berasal dari peradaban barat.
2.       Menafikan peran dan fungsi Allah sebagai penentu takdir manusia serta penentu nilai perbuatan (halal, haram, pahala, dan dosa). LoA sepenuhnya meyakini kekuatan diri dan alam semesta dalam mewujudkan harapan dan impian dan tidak lagi mempedulikan halal dan haram serta pahala dan dosa.
3.       LoA hanya didasarkan pada asumsi-asumsi semata, bukan berdasarkan pada fakta yang terindra, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai hukum kausalitas (sebab akibat).


Saudaramu,
Abdul Hanif
0853 1792 9443

0 komentar:

Posting Komentar

 
×
Judul