Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr wb.
Assalamu’alaikum wr wb.
Ust. Pernah dengar ada LoA
(Law of Attraction)? Bagaimana pandangannya dari sisi akidah?
(Sigit Dwi Mulyanto, Sleman, Jogjakarta. 20 Oktober 2018)
Jawab:
Realitas Law of Attraction
(LoA)
Law of Attraction (LoA)
seringkali diartikan sebagai hukum gaya tarik terhadap sesuatu berdasarkan cara
pandang dan cara kita berpikir terhadap sesuatu. Law of Atraction bukanlah
suatu hal yang baru dalam dunia motivasi. Law of Atraction sudah ada sejak lama
di dunia barat. Referensi utanmanya dapat kita rujuk pada buku yang berjudul “The
Secret” yang menyatakan bahwa pikiran anda adalah tuhan anda.
Law of Attraction sudah
berkembang hampir ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hanya
saja, keberadaan Law of Attraction memunculkan pertanyaan mendasar, terutama
bagi kaum muslim. Apakah Law of Atraction (LoA) itu sesuai dengan Islam ataukan
bertentangan.
Secara garis besar, Law of
Attraction merupakan suatu cara sekaligus pandangan bagaimana kita menarik dan
menghadirkan objek dan hal-hal tertentu (yang kita pikirkan) ke dalam hidup
kita. Law of Attraction dapat secara umum meliputi tigal hal penting. Pertama,
Atensi (perhatian). Yang dimaksud atensi di sini adalah memberikan perhatian
lebih (fokus) pada objek atau hal-hal tertentu yang kita inginkan, baik pada
hal-hal positif atau negatif dan itu akan memberikan pengaruh pada cara
pandang.
Kedua, Koneksi yang
dimaksud koneksi adalah berupa padangan adanya koneksi (hubungan) diri kita
dengan suatu objek yang sudah kita berikan atensi. Ringkasnya dalam unsur
koneksi ini, objek yang kita fokuskan akan hadir mengelilingi keseharian kita
meskipun objek atau hal-hal tertentu belum kita miliki.
Ketiga ,Vibrasi. Menurut
paham yang diajarkan dalam Law of Attraction, ketika kita telah memberikan
atensi terhadap objek atau hal-hal tertentu, kemudian terjadi koneksi antara
diri kita dengan objek atau hal-hal tertentu, maka alam semesta akan memberikan
vibrasi dan mewujudkan apa yang kita pikirkan dan kita inginkan.
Dapat dipahami bahwa dalam
ajaran LoA, jelas-jelas menafikan unsur yang Maha Ghaib yakni Allah Swt dalam
memberikan keputusan (takdir) terhadap manusia. Para penggiat LoA meyakini
sepenuhnya pada kekuatan pikiran dan alam semesta dalam mewujudkan harapan dan
impian.
Pandangan Islam
Dilihat dari sisi fakta
realitas LoA, maka LoA merupakan hadharah yakni suatu pandangan hidup yang
didasarkan pada paham dan peradaban tertentu yang bukan berasal dari Islam
serta bukan dihasilkan dan dibangun di atas aqidah islam.
Keyakinan kuat bahwa alam
akan memberikan apa yang kita pikirkan, kita beri atensi, dan kita fokuskan
dengan mengesampingkan bahkan menafikan keberadaan Allah sebagai al-Hakim yang
memberikan keputusan pada manusia, jelas bertentangan dengan aqidah islam.
Aqidah islam telah mengajarkan kita untuk meyakini sepenuhnya bahwa hasil (baik
dan buruknya) itu semua berasal dari Allah dan kita wajib beriman.
Memang, dalam islam kita
diajarkan untuk melakukan hukum kausalitas (sebab akibat), misalnya bekerja
untuk memenuhi nafkan keluarga, berjihad untuk menaklukan musuh-musuh islam
yang merintangi dakwah, berdakwah untuk menyebarluaskan islam, menuntut ilmu
untuk bisa paham dan beramal saleh, dll.
Hukum kausalitas (sebab
akibat) dilhat dari realitas jelas berbeda dengan Law of Attraction (LoA) atau
daya tarik alam.
Hukum kausalitas dalam
islam didasarkan pada fakta realitas yang terindra untuk mewujudkan suatu
tujuan serta dengan batasan-batasan syariat berupa halal dan haram. Misalnya
bekerja untuk memenuhi nafkan dengan jalan yang halal. Sedangkan dalam Law of
Attraction hanya disasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak ada realitasnya atau
pada perkara yang realitasnya tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Terkait kausalitas, Allah
Swt berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. (TQS.
Ar-Ra’du [13]: 11)
Dalam pandangan islam,
manusia memiliki rule of game (aturan main) untuk memberikan dan menetukan
sifat terpuji (hasan) dan tercela (qobih) pada benda maupun perbuatan
berdasarkan dengan fakta yang terindra dan kesesuaian dengan fitrah manusia.
Misal menolong adalah terpuji sedangkan membunuh adalah tercela. Tetapi manusia
tidak akan mampu menentukan pahala dan dosa serta halal dan haram pada benda
dan perbuatan karena realitas pahala dan dosa tidak dapat dijangkau oleh akal
manusia. Yang berhak menentukan pahala dan dosa atas sesuatu adalah Allah Swt.
Apa yang dipandang baik dan terpuji oleh manusia belum tentu baik dan terpuji
menurut Allah begitupun apa yang dipandang buruk dan tercela oleh manusia belum
tentu buruk dan tercela di sisi Allah. Misalnya membunuh adalah perbuatan buruk
dan tercela. Tetapi membunuh dalam medan perang saat berjihad adalah perbuatan
terpuji di sisi Allah. Contoh lain adalah menolong yang merupakan perbuatan
terpuji menurut akal manusia tetapi menolong dalam keharaman, misalnya pinjam
meminjam dengan bunga (riba) adalah perbuatan dosa di sisi Allah.
Dengan demikian, penentuan
takdir baik dan buruk, sukses dan gagal, rejeki, dll itu semua adalah hak Allah
untuk menentukannya, bukan alam semesta.
Allah Swt berfirman:
قُلْ
لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ
فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah:
"Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan
Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang
yang beriman harus bertawakal.” (TQS. At-Taubah [9]: 51)
قُلْ
كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ
يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
Katakanlah:
"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?. (TQS.
An-Nisa [4]: 78)
kesimpulan
Dari paparan di atas maka dapat kita
simpulkan bahwa Law of Attraction bertentangan dengan islam karena beberapa
hal.
1.
Merupakan produk hadharah barat yang berasal dari peradaban barat.
2.
Menafikan peran dan fungsi Allah sebagai penentu takdir manusia serta
penentu nilai perbuatan (halal, haram, pahala, dan dosa). LoA sepenuhnya
meyakini kekuatan diri dan alam semesta dalam mewujudkan harapan dan impian dan
tidak lagi mempedulikan halal dan haram serta pahala dan dosa.
3.
LoA hanya didasarkan pada asumsi-asumsi semata, bukan berdasarkan pada
fakta yang terindra, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai hukum kausalitas
(sebab akibat).
Saudaramu,
Abdul Hanif
0853 1792 9443
0 komentar:
Posting Komentar