×

Kamis, 30 Juni 2016

KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H



DOWNLOAD FILE PDF KHUTBAH IDUL FITRI 1437H>> KHUTBAH IDUL FITRI 1437H

Khutbah Idul Fitri 1437 H
Takwa: Taat kepada Syariah secara Kaffah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبر 7×
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْراً وَالْحَمْدَ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ هَذَ الْيَوْمِ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ، وَنَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانَ خَيْرَ نِعَمٍ، اَحْمَدُهُ وَاشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ اِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ دَائِمٌ قَائِمٌ لاَ يَمُوْتُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرَ اْلأَناَمِ .
أُصَلِّيْ وَاُسَلِّمُ عَلَى الْقَائِدِ وَالْقُدْوَةِ مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقًّ جِهاَدِهِ اِلِى دَارِ السَّلاَمِ.
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا اَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَقَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى وَتَمَسَّكَ بِاْلإِسْلاَمِ وَاْلكَافِرُوْنَ بِهِ هُمْ فِيْ نَارِ جَهَنَّمِ
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Hari ini umat Islam seluruh dunia bergembira merayakan har raya Idul Fithri. Dengan diiringi takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil, mereka berbondong-bondong untuk menunaikan shalat Id.
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT karena telah diberikan kesempatan dan kekuatan untuk menyelesaikan puasa Ramadhan. Kita berharap, puasa yang kita kerjakan diterima oleh Allah SWT sebagai amal shalih dan diganjar dengan pahala berlipat-lipat. Kita berharap, puasa yang kita kerjakan dapat menggugurkan dosa-dosa kita yang telah lalu sebagaimana diberitakan Rasulullah saw. Kita pun berharap, berpuasa sebulan penuh dapat mengantarkan kita menjadi kaum yang bertakwa sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT:

﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183).
La’allakum tattaqûn (agar kalian bertakwa). Itulah hikmah yang akan diraih oleh orang-orang yang berpuasa menurut ayat ini. Umar bin Abdul Aziz rahimahulLâh, sebagaimana dikutip Imam as-Suyuthi dalam Ad-Durr al-Mantsûr, berkata:
]لَيْسَ تَقْوَى اللَهِ بِصِيَامِ النَّهَارِ وَلاَ بِقِيَامِ اللّيْلِ والتَّخْلِيْطِ فِيْمَا بَيْنَ ذَلِكَ، وَلَكِنْ تَقْوَى اللَّهِ تَرْكُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَأَدَاءُ مَا افْتَرَضَ اللَّهُ[
Takwa kepada Allah itu bukanlah berpuasa pada siang hari, shalat pada malam hari dan memadukan keduanya. Namun, takwa kepada Allah itu adalah meninggalkan apa saja yang telah Allah haramkan dan menunaikan apa saja yang telah Allah wajibkan.
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah rahimahulLâh dalam kitabnya, Zâd al-Muhâjir ilâ Rabihi, juga berkata, “Hakikat takwa adalah mengerjakan ketaatan kepada Allah atas dasar iman dan mengharapkan ridha-Nya, baik atas perkara yang Allah perintahkan maupun yang Allah larang; lalu melakukan apa saja yang Allah SWT perintahkan karena mengimani perintah-Nya dan membenarkan janji-Nya, serta meninggalkan apa saja yang Allah larang karena mengimani larangan-Nya dan takut terhadap ancaman-Nya.”
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Itulah takwa. Itulah yang diharapkan terwujud setelah menjalankan ibadah puasa, yakni kelahiran orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya. Mereka adalah orang-orang yang menaati syariah-Nya secara kâffah atas dasar keimanan.

Karena itu, orang yang bertakwa tidak akan berani minum khamr, misalnya, apalagi melegalkan khamr itu dalam kehidupan. Tentu karena Allah SWT telah mengharamkan khamr. Khamr adalah perbuatan najis, termasuk perbuatan setan dan wajib dijauhi. Khamr juga bisa menimbulkan permusuhan dan kebencian serta menghalangi manusia dari mengingat Allah SWT dan shalat (lihat QS al-Maidah [5]: 90-91). Bahkan Rasulullah saw. bersabda:
«الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ»
Khamr adalah biang segala keburukan (HR ad-Daruquthni).
Untuk diketahui, di DPR sekarang sedang digodok RUU Minuman Keras atau Minuman Beralkohol. Ironisnya, arus besar yang berkembang di DPR hanya sebatas mengatur dan mengendalikan minol (minuman beralkohol) dan miras (minuman keras), bukan melarang dan memberantasnya. Jika mereka adalah orang-orang yang bertakwa, niscaya mereka tidak akan melegalkan khamr, apa pun alasannya.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Orang yang bertakwa juga tidak akan berani memakan harta dari transaksi riba. Mereka juga tidak akan melegalkan riba, apalagi menjadikan riba sebagai urat nadi perekonomian dan menjadikan utang ribawi sebagai sumber pendapatan negara. Tentu karena Allah SWT telah mengharamkan riba dengan tegas. Pemakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti orang yang berdiri kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila; ia diancam untuk dijadikan sebagai penghuni neraka (lihat QS al-Baqarah [2]: 275). Jika mereka tetap tidak mau meninggalkan sisa riba, diumumkan kepada mereka perang dengan Allah SWT dan Rasul-Nya (lihat QS al-Baqarah [2]: 279).

Tentang dosa riba, Rasullah saw. bahkan bersabda:
«الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجلُ أُمَّهُ»
Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan (dosanya) adalah seperti seseorang yang menzinai ibunya sendiri (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).
Untuk diketahui, total utang Pemerintah Indonesia pada Mei 2016 ini telah mencapai Rp 3.323 triliun. Semua utang tersebut adalah utang ribawi yang jelas-jelas haram. Jika para penguasa itu adalah orang-orang yang bertakwa, niscaya mereka tidak akan berutang dengan utang ribawi sebanyak itu. Apalagi sebagian besar utang ribawi itu didapat dari negara-negara kafir penjajah yang sudah terbukti menjerumuskan negara ini ke dalam cengkeraman penjajahan.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Orang yang bertakwa juga tidak akan tertarik untuk memilih dan mengangkat orang kafir sebagai pemimpinnya. Apalagi ikut mengkampanyekan calon pemimpin kafir di mana-mana. Tentu karena Allah SWT telah mengharamkan umat Islam mengangkat orang kafir sebagai pemimpin mereka. Allah SWT berfirman:

﴿وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً﴾
Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada kaum kafir untuk memusnahkan kaum Mukmin (QS al-Nisa’ [4]: 141).
Berdasarkan ayat ini dan nas-nas lainnya, umat Islam haram mengangkat orang kafir sebagai pemimpin mereka. Tidak ada ikhtilaf di kalangan para ulama atas keharaman ini. Al-Qadhi ‘Iyadh, sebagaimana dikutip oleh Imam al-Nawawi dalam Syarh Muslim, berkata, “Tidak ada perbedaan di kalangan para ulama bahwa kepemimpinan itu tidak sah bagi orang kafir.”
Ibnu Hazm dalam Marâtib al-Ijmâ’ juga berkata, ”Para ulama sepakat bahwa kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada perempuan, orang kafir, anak kecil yang belum balig (dewasa) dan orang gila.”
Namun, sekarang muncul pernyaatan yang dilemparkan ke tengah-tengah umat, “Pemimpin kafir yang jujur dan adil adalah lebih baik daripada pemimpin Muslim yang tidak jujur dan tidak adil.”
Jelas, pernyataan seperti ini tidak mungkin keluar dari lisan orang yang bertakwa. Tentu, selain menyalahi al-Quran, as-Sunnah dan ijmak para ulama, pernyataan itu jelas merendahkan umat Islam. Seolah-olah tidak ada seorang pun dari umat Islam ini yang layak menjadi pemimpin lantaran tak ada seorang pun yang jujur dan adil sehingga mereka harus mengemis kepada orang kafir untuk menjadi pemimpin mereka.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Orang yang bertakwa tidak akan mau menerima sistem demokrasi yang telah menjadikan manusia sebagai pembuat hukum. Hukum yang ditetapkan lewat proses demokrasi pun tidak didasarkan pada halal dan haram, tetapi didasarkan pada suara terbanyak. Padahal dalam Islam, pemilik otoritas tunggal untuk membuat hukum hanyalah Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ﴾
Keputusan (hukum) itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia (QS Yusuf [12]: 40).
Suara terbanyak jelas tidak boleh dijadikan sebagai penentu dalam ketetapan hukum. Sebab, suara terbanyak tidak selalu sejalan dengan kebenaran. Bahkan Allah SWT menegaskan bahwa jika kalian menuruti kebanyakan manusia yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan kalian dari jalan-Nya (lihat QS al-An’am [16]: 116).
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Orang yang bertakwa pasti akan menolak liberalisme. Tentu karena liberalisme meniscayakan kebebasan dan menolak terikat dengan syariah. Liberalisme berlawanan dengan Islam yang justru mewajibkan manusia untuk terikat dengan semua hukumnya.

Orang yang bertakwa juga akan menolak sekularisme yang mereduksi Islam sebagai agama yang hanya mengatur urusan pribadi. Padahal Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Semua aturan Islam wajib diterapkan. Allah SWT berfiman:
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ﴾
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kalian menuruti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh kalian yang nyata (QS al-Baqarah [2]: 208).
Saat menjelaskan ayat ini, seorang ulama mufassir terkemuka, Abu al-Fida Ibnu Katsir rahimahulLâh, berkata, “Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang Mukmin dan membenarkan Rasul-Nya untuk mengambil semua aspek Islam dan syariahnya, mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua larangannya selama mereka mampu mengerjakan semuanya.”
Ibnu Jarir al-Thabari rahimahulLâh juga menerangkan ayat ini dengan ungkapan, “Wahai kaum Mukmin, amalkanlah syariah Islam secara keseluruhan, dan masuklah ke dalam Islam dengan membenarkan Islam, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Tinggalkanlah upaya mengikuti jalan-jalan setan dan jejak langkahnya karena permusuhan setan kepada kalian adalah nyata. Jalan setan yang dilarang untuk kalian ikuti adalah semua yang bertentangan dengan hukum dan syariah Islam.”
Karena itu, orang yang bertakwa pasti akan menginginkan syariah diterapkan secara kâffah dalam semua aspek kehidupan.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Orang yang bertakwa juga tidak akan menolak Khilafah, apalagi menentang dan menjadi penghalangnya. Tentu karena Khilafah adalah kewajiban yang harus ditegakkan. Tidak ada ikhtilaf di kalangan para ulama tentang kewajiban menegakkan Khilafah ini. Imam al-Qurthubi rahimahulLâh dalam kita tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat maupun para imam tentang kewajiban mengangkat khalifah, kecuali al-‘Asham. Dinamakan al-Asham (orang yang tuli) karena dia tuli dari syariah. Demikian pula orang yang sependapat dengan dia serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.”

Selain itu, penerapan syariah secara kâffah membutuhkan keberadaan Khilafah. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama mu’tabar, Khilafah adalah institusi pelaksana syariah. Imam Abu Zakari an-Nawawi rahimahulLâh dalam Rawdhah at-Thâlibîn wa Umdat al-Muftîn, berkata:
]لاَ بُدَّ لِلْأُمَّةِ مِنْ إِمَامٍ يُقِيمُ الدِّينَ، وَيَنْصُرُ السُّنَّةَ، وَيَنْتَصِفُ لِلْمَظْلُومِينَ، وَيَسْتَوْفِي الْحُقُوقَ وَيَضَعُهَا مَوَاضِعَهَا[
Umat harus memiliki seorang imam (khalifah) yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, membela orang yang dizalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hak itu pada tempatnya.
Tanpa Khilafah, niscaya banyak sekali hukum syariah yang terabaikan dan tidak diterapkan dalam kehidupan, sebagaimana saat ini. Karena itu, orang bertakwa akan merindukan dan mendambakan Khilafah, bahkan turut berjuang untuk mengembalikan tegaknya Khilafah Rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Orang yang bertakwa juga tidak akan menganggap syariah dan khilafah sebagai ancaman. Tentu karena syariah dan khilafah adalah risalah dari Allah SWT yang dibawa oleh Rasulullah saw. Penerapan syariah dan penegakkan khilafah akan mewujudkan rahmat bagi alam semesta. Allah SWT berfirman:

﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ﴾
Kami tidak mengutus kamu [Muhammad] kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (QS al-Anbiya’ [21]: 107).
Menurut Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahuLlâh, ayat ini menjelaskan bahwa tujuan Rasulullah saw. diutus adalah agar risalahnya menjadi rahmat bagi manusia. Konsekuensinya, risalah ini diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan (jalb al-mashalih) mereka dan mencegah kemafsadatan (dar’u al-mafasid) dari mereka.
Khilafah juga akan menjadi junnah (perisai) yang melindungi umat Islam. Tidak seperti sekarang, umat Islam benar-benar seperti anak yatim tanpa pelindung. Agama mereka dilecehkan. Darah mereka ditumpahkan. Harta kekayaan mereka pun dijarah oleh musuh-musuh mereka. Semua itu menimpa mereka tanpa ada yang melindungi. Lihatlah saudara-saudara kita di Suriah yang setiap hari dibombardir oleh rezim kafir Basyar Asad dan negara-negara kafir penjajah. Demikian pula saudara-saudara kita di Palestina dan Rohingnya. Nasib serupa juga dialami oleh kaum Muslim di Afrika Tengah, Irak, Uzbekistan, dan lain-lain. Semua itu terjadi ketika umat Islam hidup tanpa Khilafah sebagai pelindung mereka.
Khilafah juga akan menyatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan. Tidak seperti sekarang, umat Islam terpecah-pisah menjadi lebih dari 50 negara yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Akibatnya, begitu mudah musuh-musuh Islam menghancurkan Islam dan umatnya.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumulLâh.
Pada akhir khutbah ini, kami ingin mangajak seluruh kaum Muslim untuk berjuang menegakkan
syariah dan khilafah. Hanya dengan tegaknya Khilafah, ketaatan pada syariah secara kâffah dapat diwujudkan.
Sungguh, kembalinya Khilafah merupakan janji Allah SWT dan berita gembira dari Rasulullah saw. Beliau bersabda:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
Kemudian akan muncul kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (HR Ahmad).
Semoga janji Allah SWT dan berita gembira Rasulullah saw. berupa tegaknya kembali Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah itu akan segera tiba. Semoga kita diberi kekuatan, kesabaran, keikhlasan dan keistiqamahan dalam berjuang menolong agama-Nya.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَللّهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا
أَللّهُمَّ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ بِاْلأِيْماَنِ كاَمِلِيْنَ وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ وَلِلدَّعْوَةِ حَامِلِيْنَ وَبِاْلإِسْلاَمِ مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ وَلِلنِّعاَمِ شاَكِرِيْنَ وَعَلَى اْلبَلاَءِ صاَبِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلاَدَنَا هَذَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ سَخَاءً رَخاَءً، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ بِناَ سُوْأً فَاَشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ وَمَنْ كَادَنَا فَكِدْهُ وَاجْعَلْ تَدْمِيْرَهُ تَدْبِيْرَهُ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ فِيْ ضَمَانِكَ وَأَمَانِكَ وَبِرِّكَ وَاِحْسَانِكَ وَاحْرُسْ بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لاَ تَناَمُ وَاحْفَظْناَ بِرُكْنِكَ الَّذِيْ لاَ يُرَامُ.
اَللَّهُمَّ اَعِزِّ الإسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَنَا وَأَعْدَاءَ الدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ دَمِّرْ جُيُوْشَ الْكُفَّارِ الْمُسْتَعْمِرِيْنَ أَمْرِيْكَا وَاَصْحَابَهُ الْمُلْعُوْنِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِّقْ جَمْعَهُمْ وَشَتِّتْ شَمْلَهُمْ بِقُوَّتِكَ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُهْجِمَ اْلأَحْزَابِ، اِهْجِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ
وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلِصْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَ الشَّيْشَانَ، وَ اَفْغَانِسْتَانَ، وَ سَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَ الْمُسْتَعْمِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ سَلِّمْنَا وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي فَلِسْطِيْنَ، اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي كَشْمِيْرَ،
اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي الْهِنْدِ، اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي الشَيْشَانِ، اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي الصِّيْنِ، اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي فِيْلِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي إِنْدُوْنِيْسِيَّا، اَللَّهُمَّ سَلِّمْ إِخْوَانَنَا فِي سَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ احْفَظْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَلَّذِيْنَ يُقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ وَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْنَ الزَّكَاةَ وَيَصُوْمُوْنَ صَوْمَ رَمَضَانَ، وَيَحُجُّوْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ وَيُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِكَ بِأَمْوَالِنَا وَأَنْفُسِنَا وَيَحْمِلُوْنَ الدَّعْوَةَ الإِسْلاَمِيَّةَ لاِسْتِئْنَافِ الْحَيَاةِ الإِسْلاَمِيَّة.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لَنَا دَوْلَةً إِسَلاَمِيَّةً خِلاَفَةً رَاشِدَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، اَلَّتِي تُطَّبِّقُ شَرِيْعَتَكَ الْعُظْمَى وَتَحْمِي دِيْنَكَ وَالأُمَّةَ، بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَيا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
اللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ الْحَمْدُ.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

DOWNLOAD FILE PDF KHUTBAH IDUL FITRI 1437H>> KHUTBAH IDUL FITRI 1437H

Rabu, 29 Juni 2016

CINTA INDONESIA

Apakah Anda cinta Indonesia? Andai pertanyaan ini diajukan kepada rakyat Indonesia saat ini, barangkali mereka akan menjawab cepat, iya. Wajar. Manusia memang punya keterikatan emosional dengan tempat ia tinggal, apalagi di situ juga ia dilahirkan, dibesarkan dan hidup hingga sekarang.
Itu pula yang dialami oleh Baginda Rasulullah Muhammad saw. Beliau dilahirkan dan dibesarkan di Makkah. Beliau tinggal di kota itu selama kurang lebih 53 tahun, sebelum akhirnya diperintahkan Allah bersama para Sahabat berhijrah ke Madinah. Tentang cintanya pada Makkah, Rasulullah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi (negeri) yang paling baik dan paling dicintai di sisi Allah SWT. Seandainya aku tidak diusir darimu (Makkah), pasti aku tidak meninggalkanmu.” (Diriwayatkan dari Ibnu Umar bin Adi bin Abil Humra, dikutip dari ‘Atiq bin Ghaits al-Biladi).
Seandainya tidak ada hijrah, niscaya aku tetap tinggal di Makkah. Sesungguhnya aku belum pernah melihat langit begitu dekat dengan bumi selain di Makkah. Hatiku belum pernah merasakan ketenteraman selain di Makkah. Aku pun belum pernah melihat bulan  pada suatu tempat, yang lebih indah dari yang aku lihat di Makkah.” (Diriwayatkan dari Ibnu Najih, dikutip dari al-Azraqi, Akhbâr Makkah).
Setelah sekian lama tinggal di Madinah, kecintaan Rasulullah kepada Makkah tak redup. Diriwayatkan bahwa seorang lelaki bernama Ashil al-Ghifari datang dari Makkah, lalu Rasulullah bertanya kepada dia, “Ashil, bagaimanakah keadaan Makkah seka-rang?” Ashil menjawab, “Aku melihat Makkah sekarang telah subur wilayahnya, telah putih sungainya, telah banyak idzkhir (sejenis pohon)-nya, telah lebat rerumputannya dan telah ranum salam (sejenis tanaman yang biasa dipakai untuk menyamak kulit)-nya.” Rasulullah pun bersabda, “Cukuplah, Ashil, jangan kau buat kami bersedih” (Dikutip dari al-Azraqy, Akhbâr Makkah)
++++
Bila cinta pada tanah kelahiran atau tanah air adalah sesuatu yang wajar, persoalannya kemudian adalah bagaimana ekspresi kecintaan itu harus kita tunjukkan? Pertama: Ini yang paling mendasar, kita mestinya tak boleh membiarkan pihak asing melakukan penguasaan, dominasi apalagi sampai melakukan penjajahan terhadap negeri kita ini. Inilah yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh seperti Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dien, Imam Bonjol dan sebagainya ketika mereka terus melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Begitu juga apa yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari, didukung para ulama dalam barisan Sabilillah dan para santri Hizbullah, ketika menyerukan jihad untuk menolak kedatangan pasukan Belanda yang hendak merampas kemerdekaan Indonesia yang belum lama diproklamasikan pada tahun 1945.
HTI, sebagai wadah perjuangan umat, pun dengan tegas menolak segala bentuk penjajahan, dan tak henti mengingatkan umat terhadap ancaman penjahan baru atau neoimperialisme. Umat harus diberi tahu, meski negeri ini sudah merdeka, tak berarti penjajahan telah usai. Hasrat eksploitasi dan hegemoni negara-negara imperialis tak pernah padam. Bila penjajahan fisik tak bisa lagi dilakukan, mereka meneruskan dengan penjajahan ekonomi, politik, juga penjajahan social-budaya. Dari sinilah, meski sebuah negara, termasuk Indonesia, sudah merdeka, secara politik dan ekonomi, bahkan juga sosial dan budaya, tetap saja dalam cengkeraman negara-negara imperialis itu.
Selanjutnya, cinta tanah air juga harus ditunjukkan dengan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya disintegrasi. Pasalnya, salah satu strategi negara imperialis dalam melemahkan negeri-negeri Muslim adalah dengan melancarkan politik pecah belah dan adu domba (devide et impera). Karena itu harus ditolak dengan tegas gerakan-gerakan separatisme seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) atau RMS (Republik Maluku Selatan) yang nyata-nyata juga didukung oleh negara-negara imperialis. Ketika dulu hendak dilakukan referendum di Timor Timur, HTI menolak keras rencana itu karena, dalam pandangan HTI, itu akan menjadi jalan lepasnya wilayah Indonesia yang paling muda itu. Benar saja, pasca jajak pendapat, lepaslah Timor Timur dari kesatuan wilayah Indonesia.
Kedua: Kecintaan pada Indonesia harus ditunjukkan dengan penolakan terhadap sekularisme, karena sekularisme adalah paham yang ditanamkan oleh penjajah untuk melemahkan negara terjajah, khususnya negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia. Mereka tahu, Islam yang dipeluk oleh mayoritas penduduk negeri Muslim terbesar di dunia ini akan menjadi kekuatan dahsyat bagi perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan. Karena itu Islam harus dilemahkan. Namun, mereka tahu, menghilangkan Islam dari benak penduduk negeri ini tidaklah mungkin. Christiaan Snouck Hurgronje, orientalis Belanda, lalu memberikan advis kepada Pemerintah Belanda tentang bagaimana memperlakukan Islam dan umat Islam di Hindia Belanda ini. Intinya, biarkan Islam di ranah ibadah spiritual seperti shalat, puasa, zakat, haji, dsb. Namun, mereka i harus dijauhkan dari ibadah sosial-kemasyarakatan dalam bidang politik, ekonomi dan lainnya.
Dalam kerangka inilah, berbagai kegiatan yang dilakukan HTI selama ini sesungguhnya adalah ikhtiar untuk menghadirkan pemahaman Islam yang syâmilah (menyeluruh) dan kâmilah (sempurna) dalam diri umat Islam di negeri ini. HTI sekaligus mengajak umat untuk mewujudkan Islam dalam realitas kehidupan bermasyarakat dan bernegara guna mengatasi berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini seperti persoalan kemiskinan, kerusakan moral, korupsi, kriminalitas yang merajalela, eksploitasi SDA oleh korporasi asing dan sebagainya. Dengan itulah akan terwujud kerahmatan Islam sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah SWT.
Maka dari itu, sungguh aneh bila ada yang mengatakan bahwa HTI dengan kampanye syariahnya itu akan memecah-belah bangsa. Mengatakan bahwa syariah akan memecah belah bangsa, apalagi bila itu dikatakan oleh seorang Muslim, adalah sebuah kedangkalan berpikir yang sangat memalukan. Bagaimana bisa mereka mengatakan seperti itu, padahal faktanya justru sistem sekular-kapitalisme-liberal itulah yang telah membuat negara ini selalu dalam himpitan berbagai persoalan yang tak berkesudahan dalam semua aspek kehidupan. Mengapa mereka tidak mengatakan sistem sekular itulah yang telah merusak bangsa dan negara ini?
Jadi, jelaslah bahwa perjuangan HTI adalah bentuk kecintaan pada Indonesia, dengan bentuk kecintaan yang benar seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Kecintaan HTI pada Indonesia bukan kecintaan yang semu apalagi chauvistik seperti yang dilakukan oleh banyak kelompok nasionalis secular; di satu sisi mereka bilang cinta Indonesia, namun di sini lain justru menggerogoti pilar-pilar penting tegaknya kedaulatan negeri ini. Mereka membiarkan berbagai kebijakan yang sangat pro asing, lalu membiarkan lahirnya aturan-aturan yang jelas-jelas sangat merugikan negara. Padahal semua itu terbukti justru telah membawa negeri ini pada jurang kehancuran. Jadi, siapa sebenarnya yang cinta Indonesia? [H.M. Ismail Yusanto]

Selasa, 28 Juni 2016

PEREMPUAN TAAT & MENCINTAI SUAMI

Dalam Lisānul Arab Ibnu Manzūr terdapat ungkapan al-mar’ah al-hasanah at-taba’ul, yaitu perempuan yang menaati suami dan mencintainya.
Dari Abu Huraira ra bahwa Rasulullah saw ditanya tentang sebaik-baik perempuan, maka Beliau bersabda: “(Perempuan) yang menaati suami apabila diperintah, yang menyenangkan suami apabila dipandang, serta menjaga hak-hak suami pada dirinya dan hartanya.” (HR. Nasa’i).
Sesungguhnya perempuan solihah itu adalah perempuan yang menunaikan hak-hak Tuhannya, hak-hak suaminya, dan hak-hak anak-anaknya, serta menyambung silaturrahim dengan keluarga dan kerabatnya, mencari keridhaan suaminya, dan berusaha menjaga kehormatannya, sehingga ia menyenangkan suami apabila suami memandangnya, sebab pada dirinya tidak ada sesuatu yang tidak disenangi suaminya; juga ia menaati suaminya apabila diperintah dalam hal yang tidak menyalahi syariah Islam, sebab ketaatan itu dalam kebaikan, dan tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Dan ketika suaminya tidak ada, maka ia menjaga kehormatannya, menjaga rumahnya, harta bendanya dan yang lainnya. Sehingga ketika suami tidak ada, maka ia menjadi penjaga terbaik setelah Allah SWT.
Termasuk kebutuhan istri pada suaminya adalah komitmen istri untuk segala sesuatu yang akan mewujudkan keridhaan suami dengan cara yang baik, dan untuk segala sesuatu yang akan mewujudkan kebahagiaan rumah tangganya, dan mewarnai kasih sayang di dalamnya, sehingga ia tidak pergi keluar dari rumah suaminya tanpa seizinnya, serta mengurusi semua urusan rumahnya sebaik mungkin, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Perempuan itu adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari). Sehingga ia memberikan yang terbaik dalam mengurusi anak-anaknya, dan memberikan yang terbaik dalam mengurusi semua urusan suaminya.
Begitu juga ia tidak membiarkan orang-orang yang tidak disukai suaminya masuk ke dalam rumahnya; bersikap baik terhadap tamu-tamu suaminya seperti memberi mereka jamuan yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Perempuan solehah bersikap baik terhadap keluarga suaminya dalam memperlakukan mereka, dengan berharap keridhaan suaminya karena keridhaan Allah SWT tergantung keridhaan suami, sebagaimana yang ditunjukkan oleh nash-nash syariah.
Perempuan solihah mengenal suaminya karena kebaikannya setelah kebaikan Allah SWT, sehingga ia tidak mengingkari kebaikan suaminya apabila ia melihat sesuatu yang tidak disenangi ada pada suaminya, dengan demikian ia tidak termasuk di antara kaum perempuan yang mengkufuri al-‘asyīr (kebaikan suami), sebab mereka itulah mayoritas perempuan penghuni neraka. Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata: Rasulullah saw keluar pada Idul Adha atau Idul Fithri menuju tempat shalat, lalu Beliau melewati kaum perempuan dan bersabda: “Wahai kaum perempuan perbanyaklah sedekah, karena aku melihat kalian yang terbanyak menjadi penghuni neraka.” Mereka bertanya mengapa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri al-‘asyīr (kebaikan suami).” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mereka mengkufuri al-‘asyīr (suami), dan mengkufuri kebaikannya, kalau kamu berbuat baik kepada salah satu dari mereka (kaum perempuan) selama setahun, lalu ia melihat sesuatu (yang tidak baik padamu), maka ia berkata: saya tidak pernah melihat kebaikan sama sekali darimu.”
Di antara kebaikan perempuan adalah mengemban dakwah bersama suaminya, atau menyeru suaminya untuk mengemban dakwah jika ia bukan seorang pengemban (aktivis) dakwah, serta masing-masing (suami-istri) saling membantu dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT.
Adakah yang lebih utama dari seorang perempuan yang berpuasa yang menaati suaminya, dan mencari keridhaannya dengan melaksanakan perintah dari Rasulullah saw, di mana dengan semua itu ia mengharap keridhaan Allah SWT? Dengan demikian, ia telah menggabungkan taqarrub (ibadah) yang mendekatkannya kepada Allah melalui puasa dengan taqarrub (ibadah) melalui ketaatan pada suaminya, serta melalui caranya yang terbaik dalam mengurusi semua urusan suaminya dan urusan rumahnya.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 19/6/2016.

Rabu, 22 Juni 2016

MEMAKNAI NUZULUL QURAN



MEMAKNAI NUZULUL QURAN
Oleh: Asep Kurniawan, S.Pd

 DOWNLOAD edisi PDFnya disini>>

Salah satu diantara sekian banyak keutamaan Ramadhan adalah bahwa pada bula Ramadhan al-Quran diturunkan. Allah Swt berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan adalan (bulan) yang di dalamnya diturunkan al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu. (TQS. Al-Baqarah [2]: 185)
Al-Quran diturunkan bertepatan dengan malam 17 Ramadhan. Hampir seluruh kaum muslimin pada malam tersebut memperingatinya dengan membahas sejarah nuzulul Quran termasuk keutamaan keutamaan malam nuzulul Quran.
Al-Quran merupakan Firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., melalui wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril, baik lafadzh maupun maknanya; membacanya merupakan ibadah, sekaligus merupakan mukjizat yang sampai kepada kita secara mutawatir. Allah Swt berfirman:
tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (TQS. al-Fushilat [41]: 42)
Al-Quran adalah kitab yang dijaga dengan penjagaan Allah sendiri.
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (TQS. al-Hijr [15]: 9)
Al-Quran adalah kitab yang mampu menghidupkan jiwa dan menentramkan hati. Dengan izin Tuhan mereka, al-Quran bisa mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya; yaitu jalan Dzat yang Maha Perkasa lagi Terpuji. Siapa saja yang berkata dengan menggunakan al-Quran, pasti akan terpercaya. Siapa saja yang mengamalkannya, pasti akan beruntung. Siapa saja yang memutuskan hukum dengannya, pasti akan adil. Dan  siapa saja yang mendakwahkannya, pasti akan mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus.

Al-Quran diturunkan oleh Allah Swt bertujuan sebagai petunjuk hidup bagi manusia dan penjelasan atas petunjuk itu. Allah Swt berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan adalan (bulan) yang di dalamnya diturunkan al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu. (TQS. Al-Baqarah [2]: 185)
diturunkannnya al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia tentu saja merupakan perkara yang sangat penting dlam rangka mengatur kehidupan manusia agar manusia dapat berjalan dimuka bumi dengan baik, terarah, dan terhindar dari kebinasaan.
Sungguh sangat relevan jika manusia sepenuhnya berpegang teguh terhadap al-Quran dalam menjalani kehidupan, baik dalam aspek pribadi, keluarga, masyarakan, maupun negara. Kesemua itu harus diatur sepenuhnya dengan Al-Quran. Mengapa harus demikian?
Manusia merupakan makhluk Allah Swt yang telah Allah ciptakan dengan potensi hidup berupa naluri-naluri dan kebutuhan jasmani. Dalam rangka memenuhi hasrat naluri dan kebutuhan jasmani maka manusia membutuhkan aturan agar pemenuhannya dapat berjalan dengan baik. Allah lah yang telah menciptakan manusia dan alam semesta, maka tentu saja hanya Allah lah yang mengetahui apa yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjalani kehidupan di dunia. Untuk itulah Al-Quran diturunkan sebagai pedoman hidup bagi manusia.
Sebaliknya jika manusia mencoba membuat aturan, undang-undang, dan hukum sendiri berdasarkan akal (hawa nafsu) manusia maka yang akan terjadi adalah kekacauan, ketidak stabilan, kerusakan, kedzaliman, ketidak adilan, dll. Allah Swt berfirman:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (TQS. Ar-Ruum [30]: 41)
Ini merupak poin penting yang semestinya kita perhatikan dalam memaknai malam Nuzulul Quran.
Menjalankan dan menerapakan seluruh aturan Allah yang tertera di dalam Al-Quran merupakan kewajiban setiap muslim tanpa lagi memandang waktu, situasi, kondisi, tempat, dll. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak terikat dengan syariah Allah Swt. Allah Swt berfirman:
Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (TQS. al-Jatsiyyah [45]: 18)
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (syariah) dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (TQS. ali Imran [3]: 133)
Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan. (TQS. An-Nuur [24]: 51-52)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan (aturan), akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (TQS. Al-Ahzab [33]: 36)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (TQS. Anniisa [4]: 65)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (TQS. At Tahrim [66]: 6)
Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan". (TQS. Tahaa [20]: 123-126)
Nuzulul Quran (turunnya Al-Quran) merupakan awal titik balik perubahan kehidupan manusia dari kehidupan jahiliyah yang dikungkung oleh sistem aturan thagut buatan manusia menuju kehidupan yang mulia yang diatur dengan syariah Allah Swt. Nuzulul Quran pula merupakan tonggak awal munculnya peradaban baru manusia yang mulia, suatu peradaban yang mampu memanusiakan manusia, yakni peradaban Islam yang dilandasi dengan aqidah Islam dan diatur dengan aturan dari Dzat yang Maha Sempurna yakni Allah Swt., di dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah Islamiyyah yang mampu bertahan kurang lebih 14 abad lamanya dan mampu menguasai 2/3 dunia dengan menebar rahmat bagi setiap wilayah yang tersentuh oleh kekhilafahan islam. Maka benarlah firman Allah Swt:
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (TQS. Al-Anbiya [21]: 107)
Al-Quran telah mampu meletakkan sendi-sendi peradaban manusia yang mulia, menjadi dasar perkembangan kemajuan IPTEK, Ilmu kedokteran, pendidikan, dll karena memang islam mampu dipahami oleh logika nalar yang sehat.
Dengan berpegang teguh pada Al-Quran, umat islam pernah menjadi umat terbaik selama 14 abad sepanjang sejarah peradaban manusia. Bahkan tidak ada satu bangsa pun yang mampu menandinginya. Maka benarlah firman Allah Swt:
Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (TQS. ali Imaran [3]: 110)
Al-Quran akan mampu menjadikan umat islam sebagai umat terbaik yang mampu mengungguli bangsa-bangsa lain manakala al-Quran benar-benar diterapkan dan dijalankan sepenuhnya dalam kehidupan melalui peranan Khilafah Islamiyyah yang akan menjaga penerapan al-Quran dari penyelewengan.
Maka sangat bisa dipahami jika saat ini kondisi umat islam jauh dari kemuliaan, tidak punya kekuatan, dan tercerai berai. Bahkan saat Allah, RasulNya dan al-Quran dihina dan dilecehkan tidak ada yang mampu mencegahnya padahal umat islam ada dalam jumlah yang besar. Kondisi seperti ini terjadi karena saat ini umat islam tidak lagi menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup, rujukan, undang-undang, dan sistem kehidupan.
Wahai kaum muslimin, sudah lebih dari cukup kita hidup dalam kondisi jauh dari penerapan Al-Quran, kosong dari keKhilafahan yang akan menerapkan al-Quran secara totalitas. Sudah saatnya kita kembali kepada Al-Quran dengan menegakkan kembali KHILAFAH ISLAMIYYAH yang akan menerapkan al-Quran secara totalitas dan menjaga penerapannya dengan baik serta melindungi kemuliaan umat islam.
Inilah secuil tulisan dalam memaknai Nuzulul Quran. Semoga Allah Swt membri hidayah kepada kita semua untuk mencointai al-Quran dan berusaha untuk mewujudkan penerapan al-Quran secara totalitas di bawha naungan Khilafah Islamiyyah. Aamiin. []















 
×
Judul