×

Sabtu, 30 Juli 2016

Hanya Islam yang mampu menjamin kesejahteraan Guru (Solusi atas polemik Resonansi Finansial)




Hanya Islam yang mampu menjamin kesejahteraan Guru
(Solusi atas polemik Resonansi Finansial)

Oleh: Asep Kurniawan, S.Pd*

Saat ini di media--terutama media sosial-- ramai diberitakan akan diberlakukannya resonansi finansial sebagai terobosan baru dari Mendikbud baru, Prof Muhajir Effendy pasca reshufle kabinet yang dilakukan oleh presiden Jokowi, yang awalnya Kemendikbud dinahkodai oleh Anis Baswedan.

Menurut penjelasan dari beberapa sumber (walaupun perlu dicek kembali akurasi datanya) bahwa digulirkannya kebijakan resonansi finansial adalah dalam rangka menggantikan program sertifikasi guru. Salah satu visi Muhajir adalah meniadakan program Sertifikasi bagi guru baik PNS maupun bukan PNS dikarenakan dianggap membuang-buang uang negara saja. Pelatihan guru yang memakan banyak biaya dan tidak sinkron dengan hasil yang diharapkan rencananya dihapus mulai bulan Agustus tahun 2016 ini. Ke depan guru tidak perlu pelatihan ataupun sertifikasi lagi, karena sudah diganti dengan program baru yang disebut RESONANSI FINANCIAL. Siapapun yang berstatus guru akan langsung diberikan tunjangan cukup dengan melampirkan tanda bukti atau surat keterangan bahwasanya ia benar-benar seorang guru maka tanpa melewati proses pelatihan ini dan itu seperti sertifikasi ataupun UKG guru tersebut namun langsung mendapatkan tunjangan profesi secara otomatis dan berkala. (http://www.wavienews.com/2016/07/kemendikbud-program-sertifikasi-akan-dihapuskan-dan-diganti-dgn-resonansi-financial.html)

Terlepas dari status informasi yang kini tengah beredar, apakah terkategori 'hoax' ataukah bukan, namun informasi tersebut setidaknya telah mengundang pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat, khususnya di kalangan civitas akademis. Tentu  saja banyak yang menyetujui dengan rencana digulirkannya program resonansi finansial karena setidaknya bagi guru-guru yang selama ini belum mendapatkan tunjangan profesi seolah mendapat angin segar untuk kesejahteraan mereka. Meskipun kita tidak tahu kedepannya apakah program tersebut benar-benar akan berjalan dengan baik atau malah sebaliknya, menjadi bumerang di dalam dunia pendidikan terutama terkait dengan anggaran pendidikan. 

Berhubung masih simpang-siurnya informasi terkait resonansi finansial ini, maka penulis belum berani untuk membahas lebih jauh apalagi sampai pada tahap analisis, berhubung belum ada data yang valid yang dapat dipertanggung jawabkan secara kelimuan.

Dalam tulisan ini, penulis ingin mencoba memberikan gambaran bagaimana sebenarnya islam dalam hal ini Khilafah telah mampu memberikan kesejahteraan kepada para pendidik sampai pada tingkat yang belum pernah terjadi dalam peradaban manapun.

Dalam rentang waktu kurang lebih 13 Abad, Khilafah islam telah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap dunia pendidikan, karena melalui pendidikanlah akan lahir generasi-generasi terbaik umat yang akan mengabdi untuk kemaslahatan umat. Di dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Baginda Nabi saw., Allah Swt telah meletakkan dasar-dasar pendidikan melaluui pola perubahan pemikiran dengan memerintahkan manusia untuk membaca, baik ayat-ayat Qouliyah maupun Kauniyah.
Allah Swt berfirman dalam surat al-'Alaq ayat 1-5:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (TQS. al-'Alaq [96]: 1-5)

Dari wahyu pertama inilah Allah Swt mengajarkan manusia untuk membangun peradaban yang agung dan mulia yang akan melebihi peradaban manapun, bahkan kemajuan peradaban islam jauh melebihi zamannya.
Islam telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan. KeKhilafahan islam telah mendorong para ulama untuk terus berkarya melalui ijtihad untuk menghasilkan karya-karya terbaik yang bermafaat untuk kemaslahatan umat. Setiap karya yang dihasilkan berupa kitab-kitab baik itu khazanah fiqih, kedokteran, sains, dll, dihargai dengan mahal oleh Khilafah yaitu dengan dihargai oleh emas murni seberat kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama saat itu. Tentu saja ini merupakan sebuah penghargaan yang besar dari negara terhadap karya-karya orang-orang yang memiliki ilmu. Sehingga wajar jika di masa keKhilafahan, banyak kaum muslimin dengan berbagai disiplin ilmunya terus berlomba menghasilkan karya, karena disamping sebagai bentuk ibadah dan mengembangkan peradaban islam, kemakmuran mereka pun terjamin oleh perhatian dan penghargaan dari negara yang begitu luar biasa.
Dalam literatur sejarah kita akan mengenal para ulama islam yang telah berhasil mengubah dunia melalui karya-karyanya. Misalnya Al-batani sebagai ahli astronomi dan matematikawan dari arab. Beliau telah menetapkan hitungan tahun masehi sebagai 365 hari 5 jam 46 menit  245 detik.
Berikutnya adalah Al-Farabi. Beliau adalah ulama yang telah menghasilkan berbagai karya dalam bidang ilmu pengetahuan alam, matematika, ilmu politik dan kenegaraan, dll.
Kemudian Ibnu Sina, dengan karyanya yang terkenal yaitu Qanun fii thib (Canon of Medicine) yang hingga saat ini masih dijadikan rujukan utama di dunia medis di seluruh dunia.

Serta masih banyak lagi ulama yang sekaligus sebagai ilmuwan islam terkenal yang telah menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan peradaban manusia.

Selain itu, Islam juga sangat memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap pada pengajar dengan memberikan upah yang sangat layak atas ilmunya. Sebagai gambaran, di masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, setiap guru mendapat gaji yang luar biasa besar yaitu sekitar 15 dinar/ bulan. Jika pada tahun 2011 harga 1 dinar setara dengan 2.258.000, itu artinya 15 dinar x Rp. 2.258.000 = 33.870.000/bulan (http://fkip.uad.ac.id/khalifah-umar-menggaji-guru-33-juta-per-bulan). Subhanallah, suatu nilai gaji yang fantastis tanpa harus memikirkan lagi soal tunjangan profesi dll, apalagi kalau sampai harus berpolemik soal sertifikasi vs resonansi finansial.
Satu hal yang harus kita pahami, bahwa kesejahteraan tersebut akan benar-benar riil terwujud manakala ada dalam naungan khilafah. #yuk tegakkan khilafah sesuai metode nabi
Mungkin akan ada pertanyaan berikutnya. Bagaimana mungkin khilafah, apalagi duku di masa Umar bin Khattab bisa menggaji guru sebesar itu?

begini jawaban sederhananya.

Dalam mengelola sebuah negara, maka tidak bisa hanya bertunpu pada satu sektor saja, misalnya hanya pada sektor pendidikan saja. Seluruh sektor baik itu sektor ekonomi (yang di dalamnya termsuk pengelolaan sumber daya alam), pendidikan, kesehatan, politik, keamanan dalam mdan luar negeri, kesemua itu harus berjalan satu padu.

Dalam sistem Pemerintahan islam alias Khilafah, sumber daya alam wajib dikelola mandiri oleh negara dan haram pengelolaanya diserahkan kepada swasta apalagi kepada pihak asing. Hasil pengelolaan tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan umat termasuk dalam sektor pendidikan. Apalagi di Indonesia yang dikatakan sebagai jamrud katulistiwa, segala serba ada, minerba, hutan, dan kekayaan alam lainnya tersedia dengan melimpah ruah. Semestinya dengan kekayaan yang luar bisa tersebut negara mampu mensejahterakan para guru seperti halnya di masa Umar bin Khattab. Selain dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya hayati, khilafah juga akan memiliki anggaran yang berasal dari kharaj, fa'i, dll., tanpa harus membebani rakyat dengan pajak yang terus memalak.

Berhubung selama ini pengelolaan kekayaan alam diserahkan kepada pihak swasta dan asing ya beginilah jadinya, 70% lebih APBN harus mengandalkan pajak dari rakyat, sementara ekonomi rakyat semakin sulit, jadi bagaimana mungkin kesejahteraan dapat benar-benar terwujud?

Islam telah memberikan aturan yang sangat sempurna, diantaranya dengan mengharamkan adanya penguasaan pengelolaan sumber daya alam oleh pihak swasta maupun asing. Rasulullah saw bersabda:

« اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»

Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api.

Pengarang kitab “Aunul Ma’bûd” berkata: “Saya mengikuti Nabi saw berperang sebanyak tiga kali, yakni tiga kali peperangan.”
Dalam air“: Maksudnya adalah air yang tidak terjadi dari pencarian dan usaha seseorang, seperti air saluran pribadi, dan air sumur, serta belum dimasukkan dalam wadah, kolam atau selokan yang airnya dari sungai.
Padang rumput“: Maksudnya adalah semua tumbuhan atau tanaman yang basah maupun yang kering.
Al-Khathabi berkata: Arti kata al-kalâ’ (padang rumput) adalah tumbuhan atau tanaman yang tumbuh di tanah mati atau tanah tak bertuan yang dipelihara masyarakat, dimana tidak ada seorang pun yang memilikinya atau memagarinya. Adapun al-kalâ’ (padang rumput), jika ia berada di tanah yang ada pemiliknya, maka ia adalah miliknya, sehingga tidak seorang pun yang ikut memilikinya, kecuali dengan izin darinya.
Dan dalam Api“. Maksud dari berserikat dalam api adalah, bahwa ia tidak dilarang menyalakan lampu darinya, dan membuat penerangan dengan cahayanya, namuan orang yang menyalakannya dilarang untuk mengambil bara api dirinya, sebab menguranginya akan menyebabkan pada padamnya api.
Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan api adalah batu yang mengeluarkan api (batu api) dimana tidak dilarang mengambil sesuatu darinya jika ia berada pada tanah mati. Al-Allamah Imam al-Syaukani dalam “Nailul Authâr” berkata: Ketahuilah bahwa hadits-hadits dalam masalah ini mencakup semuanya, sehingga menunjukan bahwa persekutuan dalam ketiga perkara itu bersifat mutlak (umum). Karenanya, tidak ada sesuatu darinya yang dikecualikan, kecuali dengan dalil yang mengkhususkan dari keumumannya, dan bukan dengan dalil yang justru lebih umum darinya, misalnya hadits yang menetapkan bahwa tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan dirinya. Karena ia lebih umum, maka tidak layak berhujjah dengannya setelah tetapnya harta dan tetapnya ketiga perkara itu sebagai tempatnya konflik.
Sungguh, masalah kepemilikan merupakan masalah penting dalam kehidupan manusia, sebab ia bagian dari kebutuhan hidup. Manusia tidak dapat memenuhi setiap kebutuhan jasmanisnya atau nalurinya tanpa memiliki sarana pemuasnya. Sehingga manusia berusaha untuk mendapatkan semua yang dibutuhkan dan diperlukannya. Semua inilah yang membuat manusia bersaing untuk menguasai harta, dan bahkan mereka berjuang mati-matian demi menguasainya dan memperbanyak kepemilikannya. Oleh karena itu, asy-Syâri’ (pembuat hukum) datang dengan membawa hukum (ketentuan) yang mengatur penguasaan manusia terhadap harta, serta mencegah perselisihan dan setiap masalah yang mungkin terjadi sebagai akibat dari berebut untuk memilikinya.
Islam telah membuat kepemilikan menjadi tiga kategori, yang merupakan konsekuensi dari kebutuhan seseorang manusia sebagai individu dan masyarakat, yaitu: kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardhiyah), kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah), dan kepemilikan negara (milkiyah ad-daulah).
Dalam hadits ini, Rasulullah saw mengenalkan kepada kami salah satu dari jenis-jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah). Sementara arti dari kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah) atas sesuatu adalah, bahwa semua manusia berserikat dalam kepemilikan sesuatu ini, sehingga masing-masing dari mereka memiliki hak untuk memanfaatkannya, sebab sesuatu itu tidak dikhususkan untuk dimiliki individu tertentu, dan mencegah orang lain untuk memanfaatkannya.
Sedangkan sesuatu yang oleh syara’ dijadikan sebagai kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah), seperti yang terdapat dalam hadits tersebut adalah: air, padang rumput dan api.
Dan yang membuat sesuatu tersebut sebagai kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah), dan mencegah individu tertentu untuk memilikinya, tidak lain adalah karena semua manusia sangat membutuhkannya. Sehingga ia merupakan fasilitas publik yang sangat dibutuhkan oleh komunitas selamanya. Bahkan sebuah komunitas akan tercerai-berai untuk mencarinya jika sesuatu itu sangat sedikit atau habis. Dalam hal ini, Somalia merupakan contoh nyata masalah ini, dimana orang-orang meninggalkan desa dan kota-kota mereka, akibat paceklik, kekurangan air dan padang rumput, sehingga mereka bercerai-berai di dalam negeri untuk mencari fasilitas vital ini. Bahkan untuk mendapatkan sesuatu itu, mereka rela menghadapi penderitaan demi penderitaan.
Dan asy-Syâri’ (pembuat hukum) telah mewakilkan tugas penggunaan dan pengaturan kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah) ini kepada negara, sehingga semua manusia memungkinkan untuk memanfaatkannya dan mencegah individu-individu tertentu dari mengontrol dan menguasainya. Semua itu untuk melindungi hak-hak rakyat, menjaga stabilitas masyarakat Muslim, serta untuk menjamin ketenangan semua individu rakyat. (Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 8/7/2012)
Kesimpulannya bahwa guru mendapatkan gaji sebesar 15 dinar/bulan sebagaimana di masa Khalifah Umar bin Khattab itu sangatlah mungkin jika berada dalan naungan khilafah. Jauh api dari panggang manakala harapan kesejahteraan bagi para guru itu kita sandarkan kepada sistem kapitalisme demokrasi, yang ada hanyalah ilusi.
Dalam dunia pendidikan saat ini, permasalahan yang dihadapi oleh civitas akademik sunguh sangat komplek, mulai dari kesejahteraan, sarana dan media belajar, kualifikasi dan kualitas tenaga pengajar, hingga masalah korupsi, kolusi dan nepotisme di tubuh dunia pendidikan.
Jadi di samping memberikan kesejahteraan kepada para guru, khilafah juga memfasilitasi sarana dan prasarananya dengan baik, menyiapkan para pengajar yang cakap dan berkualitas serta memiliki keimanan dan ketakwaan yang luar biasa sehingga akan membekas dengan baik kepada para peserta didiknya. Beda halnya dengan saat ini, pada guru yang berkualitas banyak yang tercoreng oleh oknum guru-guru yang tidak berkualitas dan tidak bertanggung jawab, misalnya bolos pada saat jam mengajar, lalai dalam memberikan ilmu kepada siswa, dll.
Lahirnya perpustakaan terbesar di dunia pada masa kekhilafahan bani abasiyah di bagdad, islam menjadi pusat pendidikan dunia kala itu, berkembangnya pendidikan dengan pesat, menunjukkan bahwa perhatian islam terhadap pendidikan bukanlah omong kosong belaka. bahkan bukti-bukti sisa peradaban islam dapat kita saksikan hingga saat ini. Adakah kita rindu untuk terwujudnya kembali masa keemasan dan kejayaan seperti dulu, ketika kehidupan kita dinaungi oleh ridho Allah Swt.?

Hasbunallah wa ni'mal wakiil ni'mal maula wa ni'man nashiir.

*CP. 0878 2107 2021

Jumat, 22 Juli 2016

WikiLeaks akan Membocorkan Ribuan Dokumen Terkait Struktur Kekuasaan Politik Turki

WikiLeaks mengatakan berencana untuk merilis dokumen-dokumen terkait struktur kekuatan politik Turki, setelah upaya kudeta akhir pekan lalu yang gagal mengakibatkan ratusan tewas dan berujung pada penangkapan ribuan tersangka.
“Siap-siap bertempur sebab kami akan merilis 100ribu+ dokumen tentang struktur kekuatan polititik #Turki,” kata WikiLeaks lewat akun resminya di Twitter hari Senin (18/7/2016).
Bocoran tahap pertama terdiri dari 300ribu email dan 500ribu dokumen dan sebagian besar dokumen dalam bahasa Turki, kata WikiLeaks, seperti dilansir Aljazeera.
WikiLeaks juga memperingatkan perihal upaya sensor oleh pemerintah Turki untuk mencegah penyebaran dokumen itu. Oleh karenanya, organisasi tersebut mendesak masyarakat Turki bersiap-siap me-bypass segala upaya pemerintah memblokir aksesnya.
WikiLeaks mengatakan bypass akses bisa dilakukan dengan menggunakan TorBrowser dan uTorrent.
Tak lama kemudian organisasi bentukan Julian Assange itu juga membagikan link untuk torrent browser.
Sementara sebagian kalangan senang dengan akan dibocorkannya dokumen itu, guna mencari tahu misteri di balik percobaan kudeta yang hanya berlangsung singkat tersebut, sebagian lain mempertanyakan pemilihan waktu dirilisnya dokumen.
Sebagian menganggap sepertinya yang dibocorkan bakal berupa dokumen palsu, dan akan digunakan untuk membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan dan pemerintahan AKP terlihat “lemah” atau bahkan “bersalah”.
Sebagian lain juga menuding WikiLeaks mendukung upaya kudeta.
WikiLeaks merespon tudingan itu dengan mengatakan pihaknya bersikap netral dan mendukung keterbukaan informasi.
 
SUMBER: Hidayatullah (baca selengkapnya)

Kamis, 21 Juli 2016

KITAB THARIQUL IMAN (SAMIH ATIEF AZ-ZEIN)

Kitab Thariqul Iman karya Ust. Samih Atif az-Zein merupakan salah salah satu literatur tsaqofah yang layak untuk kita baca sekaligus sebagai syarah atas kitab nizamul islam karya Syeikh taqiyuddin an-Nabhani.

silahkan download filenya>> kitab thariqul iman (samih atief az-zein)

SOAL JAWAB AMIR HIZBUT TAHRIR SEPUTAR GAGALNYA KUDETA DI TURKI

download PDFnya>> disini

بسم الله الرحمن الرحيم
Jawab Soal
Garis Besar Seputar Kudeta Militer Yang Gagal di Turki
Soal:
Meski baru berlalu beberapa hari, namun saya berharap ada penjelasan, meski dalam bentuk garis besar seputar upaya kudeta yang terjadi di Turki: siapa yang ada di belakangnya? Apakah benar mereka adalah kelompok Gullen? Ataukah para perwira di militer yang loyal kepada Inggris? Dan apa kemungkinan setelah itu? Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik.
Jawab:
Setelah memonitor dan menelaah apa yang terjadi di Turki selama dua hari tanggal 15 dan 16 Juli 2016, maka yang rajih bahwa mereka yang melakukan kudeta adalah para perwira yang berspekulasi yang loyal kepada Inggris dan mereka berada dalam sasaran bahaya. Hal itu karena fakta-fakta berikut:
1- Adapun bahwa mereka berada dalam sasaran bahaya, hal itu karena Dewan Syura Militer Turki biasanya bertemu di akhir bulan Juli atau awal bulan Agustus mendatang setiap tahun. Wewenang Dewan ini banyak dan sangat penting dalam militer. Pertemuan itu diselenggarakan dengan dipimpin oleh perdana menteri di markas kepala staf di Ankara, dan dihadiri oleh menteri pertahanan, kepala staf, panglima angkatan darat, panglima angkatan udara, panglima angkatan laut, panglima gendarmarie (pasukan khusus) dan wakil kepala staf… Anggota Dewan Syura adalah para komandan militer senior. Di dalam pertemuan rutin Dewan Syura ini dibahas: promosi jabatan tinggi di militer, perpanjangan masa kerja beberapa panglima, dan perkara-perkara yang berkaitan dengan penetapan pensiun, kondisi tentara yang dipecat karena pelanggaran disiplin atau doktrin-doktrin moral, disamping sejumlah topik yang berkaitan dengan angkatan bersenjata Turki… Pertemuan itu berlangsung beberapa hari. Keputusan-keputusannya diumumkan setelah disodorkan kepada presiden. Dan biasanya bersama dengan pertemuan Dewan Syura itu berakhirlah tugas jabatan sejumlah panglima militer dan mereka yang memiliki pangkat tinggi. Misalnya, pada pertemuan sebelumnya pada 2/8/2015, diantara yang berakhir masa tugasnya dalam pertemuan itu adalah panglima angkatan udara, ketika itu Akin Ozturk, yang diberitakan oleh berbagai berita sebagai pemimpin upaya kudeta saat ini, dan panglima lainnya.
Tampaknya, para perwira yang melakukan upaya kudeta itu, mereka tahu “atau dibocorkan kepada mereka” bahwa langkah-langkah melawan mereka akan diambil di dalam pertemuan Dewan Syura itu yang mengancam kelangsungan mereka di tubuh militer pada jabatan mereka, maka mereka melakukan upaya ini sebagai tindakan antisipatif sebelum diselenggarakan pertemuan itu.
 
download PDFnya>> disini
 

Senin, 18 Juli 2016

BERSAHABAT DENGAN ISTRI



DOWNLOAD ARTIKELNYA DI SINI>>> BERSAHABAT DENGAN ISTRI (revisi)
 

BERSAHABAT DENGAN ISTRI

Oleh: Asep Kurniawan, S.Pd
Terwujudnya rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah serta ideologis merupakan harapan setiap pasangan suami istri yang telah menunaikan akad pernikahan sebagai suatu ikatan sakral dalam hidup.
Mewujudkan bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah serta ideologis tentu bukan perkara yang mudah, butuh perjuangan dan keseriusan dari pasutri (pasangan suami istri) untuk meraih apa yang menjadi tujuan dari pernikahan. Tak semudah membalikan telapak tangan tentunya, upaya perjuangan untuk meraihnya tentu saja tak seindah yang dibayangkan. Akan banyak rintangan yang harus dihadapi oleh pasangan suami istri sepanjang perjalanannya membina rumah tangga. Pahit manis dan asam garam kehidupan pastilah akan dicicipi oleh siapa saja yang senantiasa berupaya untuk mewujudkan tatanan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. 

Setiap rintangan yang menghalangi upaya perjuangan membangun kehidupan rumah tangga yang ideal dan ideologis tentu saja tidak akan dapat dilewati dengan baik manakala tidak ada kerjasama yang kompak diantara pasangan suami istri tersebut. Kerjasama di dalam rumah tangga tentu saja mutlak dibutuhkan dalam rangka membangun soliditas untuk meraih kemuliaan dalam kehidupan berumah tangga.

Bersahabat dengan istri

kehidupan suami istri merupakan jalinan kehidupan persahabatan antara suami dengan istri, bukan jalinan kehidupan antara majikan dan budak, atasan dan bawahan, pesuruh dan yang disuruh. Persahabatan antara suami istri di dalam mahligai kehidupan berumah tangga memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Melalui pola persahabatan, maka suami istri akan saling memahami hak dan kewajiban satu sama lain, saling membantu dan tolong menolong diantara keduanya dalam kebaikan, saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran, saling mendorong dan memotivasi dalam ketaatan kepada Allah dan rasulNya, dan saling meringankan beban,"berat sama dipikul ringan sama dijinjing".

Allah Swt berfirman:

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS. At-Taubah [9]: 71)

Secara garis besar, persahabatan suami istri dapat terealisasi dalam bebrapa hal berikut.

Pertama, Merumuskan dan menetapkan tujuan dalam pernikahan. Pernikahan haruslah dilandasi dengan keimanan dan mengharap ridho Allah Swt, dalam artian bahwa pernikahan yang dilakukan adalah dalam rangka melaksanakan salah satu syariah yang telah Allah dan rasulNya tetapkan, bukan dalam rangka sekedar memenuhi gharizatul jinsi (naluri seksual). 

Allah Swt berfirman:

Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. (TQS. Ar-Ra'du [13]: 38)
Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (nikahilah) seorang saja. (TQS. an-Nisa [4]: 3)

Anas bin Malik radhiyallahul 'anhu berkata: Tiga orang sahabat datang ke rumah istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan tentang ibadah Rasulullah. Setelah mereka diberi tahu, mereka menganggap ibadah Rasulullah sedikit, mereka mengatakan: Akan tetapi mana posisi kita dibandingkan dengan Rasulullah? Beliau telah diampuni dosanya yang terdahulu dan yang akan datang.
Seorang dari mereka berkata: Kalau aku akan salat malam selamanya.
Yang lainnya berkata: Kalau aku akan puasa seumur hidup dan tidak akan berbuka.
Dan yang lainnya lagi berkata: Kalau aku akan meninggalkan wanita dan tidak akan menikah selamanya.
Kemudian Rasulullah mendatangi mereka dan bersabda:

«أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي» [صحيح البخاري ومسلم]

"Kaliankah yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku demi Allah, sesungguhnya aku adalah yang paling takut kepada Allah dari kalian dan yang paling bertaqwa kepada-Nya, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, dan aku menikahi wanita, maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia bukan dari golonganku". [HR. Bukhari dan Muslim]

Suami istri tentu harus menetapkan tujuan dan langkah-langkah apa yang akan dilakukan agar rumah tangganya dapat menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Kesepahaman pun mutlak harus diwujudkan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Apakah rumah tangga akan dibentuk menjadi rumah tangga yang ideologis ataukah sekuler? keluarga yang taat ataukah maksiat? keluarga yang rindu akhirat ataukah cinta dunia?

Tentu saja hal-hal semacan ini perlu ditetapkan sejak awal pernikahan serta merumuskan langkah-langkahnya secara komprehensif. Perlu diingat bahwa membangun mahligai rumah tangga adalah perkara yang mulia, penuh perjuangan dan bukan seperti permainan anak-anak. Oleh sebab itu, kita juga harus mempersiapkan diri bahkan harus direncanakan dengan matang sejak sebelum mencari jodoh.

Kedua, terwujudnya kerjasama dalam menata rumah tangga. Suami istri semestinya dapat menjalin kerjasama dalam menata kehidupan rumah tangga. Pembagian peran di dalam rumah adalah salah satu perwujudan kerjasama yang solid antara anggota keluarga. Jangan dibayangkan bahwa ketaatan seorang istri itu dimaknai seperti mengabdinya seorang budak kepada tuannya. Tentu pemikiran seperti itu adalah pemikiran yang keliru. Suami istri harus saling meringankan beban pekerjaan di dalam rumah tangga.

Allah Swt berfirman:

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS. At-Taubah [9]: 71)

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya: “Apakah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam rumah?” Ia radhiyallahu ‘anha menjawab: “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang manusia biasa. Beliau menambal pakaian sendiri, memerah susu dan melayani diri beliau sendiri.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Ketika istri kita sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan pekerjaan di dalam rumah, sementara anak-anak pada rewel, sedangkan kita sedang ada di rumah, maka suatu kedzaliman manakala kita kita membiarkan isrti kita kerepotan, sementara kita saanatai ngobrol dengan tetangga, menikmati secangkir kopi, atau hanya sekedar menonton tayangan favorit kita. Sungguh perkara yang ma'ruf (baik) saat kita menghulurkan tangan membantu meringankan beban istri kita. Tentu dengan melakukan hal-hal yang sanggup kita lakukan, apakah dengan mengajak anak bermain agar tidak mengganggu istri kita, ataukah dengan sekedar mencuci baju atau cuci piring, misalnya. hal itu bukan sebuah kehinaan yang dapat menurukan derajat suami dihadapan istri, justru sebaliknya hal itu akan menambah kemuliaan kita di sisi Allah Swt.

Ketiga, Kompak dalam ketaatan dan saling menasehati. Terkadang seorang suami/ istri enggan untuk dinasehati oleh pasangannya ketika melakukan kesalahan. Hal itu menunjukkan sikap egoisme yang tidak layak dimiliki oleh seorang muslim.

Rasulullah saw bersabda:

"Kalian tidak dikatakan beriman sehingga hawa nafsunya tunduk pada yang aku bawa (aturan islam)" (HR. Muslim)

Nasihat apapun yang diberikan oleh pasangan hidup kita dalam rangka mengingatkan kita untuk tetap ada dalam koridor syariah merupakan suatu sikap mulia. Maka tidak layak kemudian kita malah menghardiknya. Semestinya kita bersyukur karena pasangan hidup kita senantiasa mengingatkan kita manakala kita keluar dari rel syariah, manakala kita lalai dalam mentaati Allah dan RasulNya.

Begitulah semestinya seorang muslim, saling menasehati dalam kebaikan, saling memotivasi dalam ketaatan dan dakwah, bekerjasama untuk saling meringankan beban.

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS. At-Taubah [9]: 71)

Selain itu, bagi keluarga yang menghendaki terwujudnya rumah tangga yang ideologis, maka dakwah merupakan poros hidup bagi mereka. Dakwah akan mereka jadikan kebutuhan hidup mereka di atas kebutuhan yang lainnya. Mereka meyakini bahwa Allah lah yang akan menjamin rezeki, Allah lah yang akan memenuhi kebutuhan hidupnya dan akan menolongnya manakala mereka bersama-sama dalam bekerjasama menolong Agama Allah.

Allah Swt berfirman:

"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". (TQS. Muhammad [47]: 7)
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (TQS. at-Thalaq [65]: 2-3)

Keempat, Saling menyayangi dan memberi perhatian. Saling menyayangi dan memberi perhatian dalam kehidupan suami istri akan menghasilkan ketenangan (tenang dalam menjalankan berbagai ketaatan kepada Allah), ketentraman (tentram untuk tidak bermaksiat) dan kebahagiaan pada pasangan kita dan itu merupakan salah satu hikmah dari pernikahan.

Allah Swt berfirman:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (TQS. Ar-Ruum [30]: 21)

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (TQS. al-A'raf [7]: 189)

Saat kita tidak dapat memberikan ketentraman pada pasangan kita, sebaliknya malah cekcok dan pertikaian yang mewarnai rumah tangga setiap hari tanpa ada yang mau mengalah, artinya kita telah gagal dalam membina rumah tangga. Perselisihan dan perbedaan pendapat pasti akan ada dalam rumah tangga. Tetapi sikap yang baik adalah bagaimana cara kita menyikapi hal itu dengan tenang, tanpa emosi, bahkan terkadang diam adalah jawaban terbaik jika maslah itu tidak penting untuk diperdebatkan dengan pasangan hidup kita. Khalifah Umar r.a. pernah dimarahi oleh istrinya, tetapi beliau hanya diam tanpa membalas sepatah katapun. Saat ditanya oleh seorang laki-laki mengapa Umar diam. Umar bin Khattab RA kemudian tersenyum. Dia pun mengisahkan kepada lelaki itu mengapa Umar yang keras begitu sabar menghadapi istrinya. “Wahai, saudaraku, aku tetap sabar menghadapi perbuatannya karena itu memang kewajibanku.” 
Alih-alih menghardik istrinya, Umar malah menceritakan betapa besar jasa istrinya dalam kehidupannya di dunia. “Bagaimana aku bisa marah kepada istriku karena dialah yang mencuci bajuku, dialah yang memasak roti dan makananku, ia juga yang mengasuh anak-anakku, padahal semua itu bukanlah kewajibannya,” jawabnya

Umar bin Khattab RA kemudian menasihati lelaki itu untuk bersikap sabar kepada istrinya karena istrinyalah yang membuat dia tenteram di sampingnya. “Karena istriku, aku merasa tenteram (untuk tidak berbuat dosa). Maka, aku harus mampu menahan diri terhadap perangainya.”
Memberikan perhatian kepada pasangan kita adalah perkara yang sangat mulia di sisi Allah. Rasulullah saw sudah terbiasa membahagiakan dan memberi perhatian kepada istri-istri Beliau.
Dari 'Irbadh bin Sariyah radhiyallahul 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا سَقَى امْرَأَتَهُ مِنَ الْمَاءِ أُجِرَ " [مسند أحمد: حسن]

"Sesungguhnya seorang suami jika memberi minum istrinya seteguk air akan diberi pahala"
'Irbadh berkata: Maka aku datangi istriku lalu aku beri minum kemudian aku sampaikan padanya apa yang aku dengar dari Rasulullah. [HR. Ahmad]

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي [سنن الترمذي: صحيح]

"Yang terbaik dari kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah yang paling baik dari kalian kepada istrinya". [HR. Tirmidzi]

Kelima, menyiapkan pembantu untuk membantu pekerjaan istri. Sudah dimaklumi bahwa pekerjaan istri di dalam rumah bukanlah perkara yang enteng, dari bangun tidur hingga menjelang tidur mulai dari mencuci, memasak, mengurus anak, mengepel lantai, menyetrika, serta seabrek pekerjaan lainnya di samping kewajibannya untuk berdakwah. 

Dalam pandangan hukum syara', seorang suami harus membantu meringankan pekerjaan istrinya baik bisa dengan cara mempekerjakan pembantu. Jika seorang suami belum mampu mempekerjakan pembantu, maka seorang suami harus membantu memudahkan urusan pekerjaan istrinya di rumah.

Perlu jadi catatan bagi kita bahwa istri kita bukanlah seorang pembantu yang bisa seenaknya kita pekerjakan layaknya sapi perahan. Istri kita adalah sahabat sejati kita sebagai partner untuk bersama-sama menggapai ridho Allah Swt.

Itulah secuil tulisan tentang bershabat dengan istri. Semoga dapat menjadi motivasi bagi kita untuk saling menghargai, mencintai, dan menyayangi pasangan hidup kita.
Saat Istri Kita Nusyuz
Mahligai rumah tangga yang kita bina dan kita idam-idamkan tidak selamanya akan berjalan mulus dan harmonis tanpa hambatan. Ada saat ketika rumah tangga yang kita nahkodai mesti mendapat sandungan batu karang, terjangan ombak badai yang tidak pernah terpikir oleh kita sebelumnya. Akan ada batu kerikil dan onak berduri yang menghambat perjalanan rumah tangga kita supaya kita lebih hati-hati dan lebih waspada dalam menjalani kehidupa rumah tangga. Namun itulah serba serbi dan lika liku kehidupan berumah tangga. ada kalanya masalah muncul dari istri kita, ada kalanya pula muncul dari kita sebagai suami, atau dari anak-anak kita, bahkan sangat memungkinkan dari pihak luar yang ingin mengusik keharmonisan rumah tangga kita.
Salah satu dari sekiaan banyak permasalahan yang akan dihadapi dalam permasalah rumah tangga adalah saat ketika istri-istri kita melakukan nusyuz (pelanggaran terhadap perintah suami). Namun sayangnya, karena keterbatasan ilmu dan tsaqofah keislaman, kerap kali seorang suami mengeneralisir permasalahan nusyuz tanpa ada batasan-batasan yang jelas yang sebenarnya telah dijelaskan di dalam nash-nash syar'i. Pada akhirnya seorang suami --dengan alasan hukum nusyuz-- menghukum istrinya dengan semena-mena, melarang istrinya melakukan berbagai kewajiban yang telah Allah dan rasulNya tetapkan seperti menuntut ilmu dan berdakwah.
Nampaknya tidak berlebihan apabila dalam tulisan ini, kita coba dudukan kembali permasalah seputar nusyuz supaya tidak keluar dari koridor syariah karena memang Allah lah yang telah menetapkan hukum nusyuz serta batasan-batasannya. Maka tidak layak akal manusia yang sangat terbatas untuk mengotak-atik hukum Allah tersebut.
Allah Swt berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (TQS.Al Ahzab [59]: 36).
Nusyuz merupakan bentuk pelanggaran seorang istri terhadap perntah dan larangan suami secara mutlak. Ketika seorang istri melakukan pelanggaran syariah, misalnya tidak mau sholat, tidak mau shaum di bulan ramadhan, enggan menutup aurat saat ada tamu yang bukam mahram, bertabarruj, dll., maka seorang suami berkewajiban untuk memerintahkan istrinya agar melaksanakan kewajiban tersebut dan meninggalkan keharaman. Apabila nasehat dan perintah suami tersebut sama sekali tidak diindahkan, maka berarti istri tersebut telah melakukan perbuatan nusyuz. apabila seorang istri telah nusyuz, maka seorang suami memiliki hak untuk menjatuhkan sanksi atas istrinya yang melakukan nusyuz tersebut. Seorang suami juga tidak wajib untuk memberikan nafkah kepada istrinya tersebut. Namun, jika istrinya sudah tidak lagi melakukan nusyuz, artinya dia telah kembali dan bertobat, maka seorang suami tidak lagi berhak menjatuhkan sanksi atas istrinya dan kembali wajib untuk memberikan nafkah pada saat yang sama.
Dalam permasalahan nusyuz ini, ketika syariah Islam telah menetapkan kepada suami hak secara umum untuk memrintahkan istrinya melakukan suatu perbuatan atau melarangnya, maka perlu kita pahami juga bahwa syariah Islam telah mentakhsis (mengkhususkan/mengecualikan) beberapa hal dari keumuman hak yang telah ditetapkan sebelumnya.
Syariah islam telah membolehkan seorang istri untuk melakukan bisnis, mengajar, bersilaturahmi, belajar (menuntut ilmu), pergi ke mesjid, berbelanja, menghadiri kajian keislaman, serta seminar-seminar.
Dengan adanya batasan-batasan berupa pentakhsisan terhadap keumuman tersebut, maka sebenarnya wilayah nusyuz dapat kita pahami dengan pengertian bahwa nusyuz itu sebagai pelanggaran seorang istri terhadap perintah dan larangan suami di dalam kehidupan khusus dan kehidupan suami istri.
Dalam hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan umum dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan khusus, maka tidak berlaku hukum nusyuz. Misalnya ketika suami memerintahkan istrinya untuk mengikuti seminar, membayar zakat, berjihad, bergabung dengan organisasi dakwah, atau melarang isterinya mengunjungi orangtuanya, bersilaturahmi kepada kerabatnya, bekerja, berdagang, datang ke mesjid, mengadiri kajian keislaman, dan sebagainya, maka seorang isteri tidak wajib mentaati perintah suaminya dalam hal-hal tersebut, walaupun tetap harus meminta izin dari suaminya, misalnya saat akan pergi mengaji. Tapi perlu dipahami bahwa izin tersebut tidak bersifat mengikat. Dengan demikian ketika istri tidak mentaati perintah dan larangan suami tersebut yang terkategori di dalam kehidupan umum, maka tidak dapat disebut sebagai perbuatan nusyuz.
Malah sebaliknya, apabila seorang suami melarang istrinya untuk menuntut ilmu, berdakwah serta kewajiban-kewajiban lainnya, maka suami telah bermaksiat dan berdosa karena telah menghalangi seseorang untuk menunaikan kewajiban yang telah diperintahkan oleh hukum syara'.
Berbeda halnya dalam kehidupan khusus, misalnya ketika istri menemui tamu yang bukan mahrom dengan tidak menutup aurat, kerja lembur dengan bercampur baur pada satu tempat dengan laki-laki yang bukan mahrom, sementara suaminya telah melarangnya tetapi tidak diindahkan oleh istri, maka istri tersebut telah melakukan perbuatan nusyuz.
Saat istri kita nusyuz, maka syariah telah memerintahkan suami untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan nash-nash syar'i.
Allah Swt berfirman:
وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyûz-nya, maka nasihatilah mereka, tinggalkanlah  mereka di tempat tidurnya, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak membekas). Jika mereka menaati kalian maka janganlah kalian mencari-cari alasan untuk menghukum mereka. (TQS an-Nisa' [4]: 34).
Dari ayat tersebut di atas, kita dapat memahami terkait tahapan-tahapan pemberian sanksi terhadap istri yang melakukan nusyuz.
1.       Menasehati dan memberinya peringatan untuk tidak lagi mengulangi perbuatan tersebut.
2.       Meninggalkannya di tempat tidur apabila nasehat dan peringatan suami tidak ditaati.
3.       Jika masih tetap melakukan nusyuz setelah dua poin sanksi di atas diberikan, maka sanksi terakhir adalah dengan memukulnya dengan pukulan yang tidak membekas (menciderai).
Semua tahapan sanksi yang telah Allah tetapkan tersebut merupakan upaya solusi sistematis agar istri kembali mentaati suaminya.
Seorang suami yang menyelesaikan permasalah nusyuz dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan di atas, misalnya dengan menceraikan istrinya tanpa melalui tahapan yang telah ditetapkan oleh Allah, jelas hal itu merupakan penyelesaian yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum syara', sekalipun cerai hukumnya mubah.

Sahabat sejati saling memotivasi & menasehati
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS. At-Taubah [9]: 71)
Keteladanan dalam berumah tangga telah nyata diperintahkan oleh Allah Swt serta dipraktekan langsung oleh baginda kita habibana Muhammad saw., di tengah tugas beliau yang mulia dan tidak mudah yakni sebagai seorang Nabi dan Rasul, kepala negara, sampai menjadi kepala keluarga.
Tetapi Baginda Nabi saw telah berhasil menjalankan kesemua tugas tersebut sehingga pantas menjadi suri tauladan bagi segenap umat manusia.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (TQS. Al-Ahzab [59]: 21)
Rasulullah saw telah memberikan uswah bahwa dalam kehidupan berumah tangga harus terjalin upaya saling memotivasi dan menasehati antara suami dan istri. Suami istri semestinya saling memotivasi untuk dapat menunaikan hak-hak Allah, menjalankan segala kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, menyempurnakan kewajiban dengan amalan-amalan nafilah (Tahajud, shaum sunnah, dll).
Suami istri sangat tahu betul dengan sabda baginda Nabi saw dalam hadits Qudsi:
وَمَاتَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Dan tiada bertaqarrub (mendekat) kepada-Ku seorang hamba dengan sesuatu yang lebih Ku sukai dari pada menjalankan kewajibannya   (Shahih Bukhari Juz XI, hal. 299, 297 )
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمَ فِيْماَ يَرْوِيْهِ  عَنْ رَبِّهِ عَزَّوَجَلَّ قَالَ: إِذَا تَقَرَّبَ الْعَبْدُ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا،  وَ إِذاَ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا مِنْهُ باَعًا، وَ اِذَا أَتَانِيْ يَمْشِيْ أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta; jika ia mendekati-Ku sehasta, aku akan mendekatinya sedepa; jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari”  (Shahih Bukhari XI/199, lihat Fauzie Sanqarith & Muhammad Al Khaththath, Taqarrub Ilallah, hal IX)
»وَمَايَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذاَ أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ َلأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي َلأُعِيْذَنَّهُ
“Tiada henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah nafilah sehinggga Aku mencintanya. Kalau Aku sudah mencitainya, maka aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya dan Aku akan menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya; dan Aku akan menjadi tangannya yang ia pergunakan; dan Aku akan menjadi kakinya yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya akan Kuberi apa yang ia minta; dan jika ia memohon perlindungan pada-Ku niscaya Aku lindingi” 
(lihat Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari, XI/341-345, lihat Fauzie Sanqarith & Muahammad Al Khaththath, Taqarrub Ilallah, hal V dan X)
Ketika dakwah telah termutajasad di dalam diri, ketika dakwah sudah diikrarkan menjadi poros hidup, maka suami istri akan senantiasa memotivasi untuk terus meningkatkan amal dakwah demi tegaknya hak-hak Allah di muka bumi, saling menasehati manakala suami atau istri mengalami futur dalam menunaikan kewajiban-kewajiban Allah. Sungguh malu rasanya jika mengaku sebagai pengemban dakwah dan keluarga ideologis tetapi tidak ada amaliah dakwah dalam kehidupannya.
Rasulullah telah menjelaskan tentang posisi nasehat.
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ   وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
)رواه البخاري ومسلم(
Dari Abu Ruqoyyah Tamiim bin Aus Ad-Daari rodhiyallohu’anhu, sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Agama itu adalah nasihat”. Kami (sahabat) bertanya: ”Untuk siapa?” Beliau bersabda: ”Untuk Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya, pemimpin-pemimpin umat islam, dan untuk seluruh muslimin.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Itulah persahabatan dengan istri, suatu persahabat sejati yang akan membawa rumah tangga menuju ridha Allah Swt.
Itulah secuil tulisan tentang bershabat dengan istri. Semoga dapat menjadi motivasi bagi kita untuk saling menghargai, mencintai, dan menyayangi pasangan hidup kita.
Hasbunallah wani'mal wakiil ni'mal maula wani'man nashiir
 
DOWNLOAD ARTIKELNYA DI SINI>>> BERSAHABAT DENGAN ISTRI (revisi)


 
×
Judul