Sumber Buku : Soal-Jawab Seputar Gerakan Islam, Oleh
Abdurrahman Muhammad Khalid, Pustaka Thoriqul Izzah, Januari 1994.
Berjuang Untuk Islam di Jalan Yang Keliru (Bab 4)
Ada sebagian di antara kaum
Muslimin selalu mencari alasan untuk tidak berjuang demi tegaknya Islam dan
kembalinya khilafah Islam. Mereka berpendapat bahwa memperjuangkan Islam
sekarang ini pernuh dengan resiko. "Allah akan memaafkan orang-orang
yang tidak sanggup berjuang", kata mereka. Ada juga yang mengatakan
bahwa aktifitas da'wah harus dijauhkan dari arena politik. Bahkan dalam masalah
ini ada yang berani menentang adanya politik di dalam Islam, sehingga tidak mau
berjuang bersama-sama partai atau gerakan Islam. Ada juga di antara
pejuang-pejuang Islam menempuh jalan kekerasan untuk mendirikan negara Islam.
Benarkah semua pendapat tersebut di atas?
Rasulullah saw telah mengambil berbagai
langkah yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membangun negara yang
menerapkan aqidah Islam dan peraturan-peraturannya, sampai beliau berhasil
mengambil alih kekuasaan pada malam bai'at ahlul halli wal 'aqdi --yaitu
pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat di Madinah-- untuk melindungi beliau dan
menghadapi seluruh kekuatan kafir yang ada, juga untuk mendengar dan taat
kepadanya. 'Ubadah bin Shamit meriwayatkan tentang peristiwa ini sebagai
berikut:
"Kami telah membai'at/berjanji kepada
Rasulullah saw untuk tetap setia mendengarkan dan mematuhi perintahnya, dalam
keadaan yang kami senangi atau kurang kami senangi, di masa sulit maupun
lapang, dan tidak mendahulukan kepentingan kami. Dan kami tidak menentang
perintah dari ahlul amri/orang-orang yang memegang jabatan pemerintahan,
kecuali (sabda Rasul): "Kalau kamu melihat kekufuran secara
terang-terangan, yang bisa kamu buktikan berdasarkan keterangan dari
Allah". (HSR Bukhari-Muslim)1).
----------------
Istilah Ahlul Amri di sini termasuk para khalifah, wali (gubernur) dan umarâ (pejabat-pejabat pemerintah lainnya).
Istilah Ahlul Amri di sini termasuk para khalifah, wali (gubernur) dan umarâ (pejabat-pejabat pemerintah lainnya).
Tidak ada ikhtilaf lagi di kalangan kaum
muslimin bahwa pengangkatan dan bai'at kepada khalifah itu wajib hukumnya dan
ia merupakan fardlu kifayah. Berarti jika ditegakkan oleh sebagian kaum
muslimin maka tidak dikenakan kewajiban ini kepada yang lain. Tetapi, jika
belum ditegakkan, maka kewajiban itu tetap dibebankan kepada kaum muslimin
seluruhnya. Apabila kewajiban ini belum terlaksana, mereka semuanya berdosa
kecuali orang-orang yang berusaha menegakkannya. Demikian pula setiap fardlu
kifayah, bisa menjadi fardlu a'in sampai terlaksana; atau diduga oleh
orang-orang yang belum terlibat bahwa yang sudah mulai berusaha melakukannya
mampu menghasilkan atau merealisasikan fardlu tersebut. Contoh dalam hal ini
seperti shalat jenazah, jihad dan menuntut ilmu yang dibutuhkan oleh umat,
semuanya adalah fardlu kifayah.
Andaikata kaum muslimin sekarang menduga kuat
bahwa kaum muslimin Palestina mampu mengalahkan dan memusnahkan Yahudi, maka
mereka boleh tidak ikut berjihad bersama mereka. Apabila mereka menduga
sebaliknya, maka wajib bagi mereka (mulai dari yang dekat sampai kepada yang
paling jauh) ikut bergabung dengan kaum muslimin Palestina untuk berjihad
melawan orang-orang Yahudi. Jika mereka tidak melakukannya, semuanya akan
berdosa. Dalam hal ini contohnya tidak terbatas pada negeri Palestina, bahkan
mencakup seluruh negeri yang dikuasai orang-orang (negara) kafir dari Kaukasus
(Rusia) sampai Yugoslavia, dari Andalusia sampai India, dan lain-lainnya.
Adapun jalan yang ditempuh untuk menegakkan
negara Islam tergolong hukum syara' yang harus dilaksanakan sebagaimana hukum
syara' lainnya. Kaum muslimin sekarang terbagi dua, ada yang berusaha
menegakkan negara Islam dan ada yang tidak. Padahal Rasulullah saw telah
bersabda:
"Siapa saja yang mati dan (dinegerinya) tidak ada seorang imam (khalifah), maka matinya adalah seperti mati jahiliyah". (HSR Imam Ahmad).2)
"Siapa saja yang mati dan (dinegerinya) tidak ada seorang imam (khalifah), maka matinya adalah seperti mati jahiliyah". (HSR Imam Ahmad).2)
------------------
1) Lihat Shahih Bukhari hadits no. 7056; dan Shahih Muslim hadits no. 1709.
1) Lihat Shahih Bukhari hadits no. 7056; dan Shahih Muslim hadits no. 1709.
Para pejuang (gerakan) Islam sekarang belum
berhasil mengangkat seorang khalifah dan merealisasikan Hukum Islam sejak tahun
1924. Karena itu, orang-orang yang tidak berjuang akan berdosa karena telah
melalaikan dan tidak melaksanakan fardlu ini. Status mereka sama dengan
meninggalkan fardlu-fardlu lain seperti sholat, shaum, dan lain-lain.
Di antara orang-orang yang malas berjuang
untuk Islam ada yang mencari alasan bahwa ia tidak mampu melaksanakannya,
karena resikonya sangat besar. Mereka bertolak dari berbagai dalil-dalil syara'
antara lain firman Allah SWT:
"Allah tidak membebani (hukum) atas
seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya..." (Al Baqarah: 286).
Juga sabda Rasulullah saw:
“Tidak layak bagi seorang muslim untuk
menghina dirinya". Para sahabat bertanya: 'Bagaimana bisa seseorang
menghina dirinya, ya Rasulullah?' Beliau menjawab: "Ia melibatkan diri
dalam suatu perbuatan yang membahayakan dirinya dan ia tidak mampu
melaksanakannya"
(HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ath Thabari).3)
(HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ath Thabari).3)
Orang-orang yang mengatakan demikian, di
antaranya terdapat berbagai alim ulama yang mengajarkan Islam kepada kaum
muslimin tetapi tidak memperdulikan masalah politik dan tidak ingin membentuk
suatu gerakan atau partai politik Islam.
-------------------
2) Lihat Tartib Musnad Imam Ahmad, Jilid XXIII, halaman 52, no. 119.
3) Lihat Sunan Tirmidzi, hadits no. 2353; Sunan Ibnu Majah hadits no. 4016; Musnad Imam Ahmad, jilid V, hal. 405; dan Mu'jam Thabari Al Kabir jilid III, hal. 204.
2) Lihat Tartib Musnad Imam Ahmad, Jilid XXIII, halaman 52, no. 119.
3) Lihat Sunan Tirmidzi, hadits no. 2353; Sunan Ibnu Majah hadits no. 4016; Musnad Imam Ahmad, jilid V, hal. 405; dan Mu'jam Thabari Al Kabir jilid III, hal. 204.
Adapun ayat tersebut adalah suatu nash syara'
yang menunjukkan bahwa Allah tidak membebani manusia dengan suatu perbuatan
kecuali sesuai dengan kemampuannya, sebatas pemahaman dan niatnya. Makna
tersebut berlawanan dengan makna yang diisyaratkan oleh orang alim di atas.
Begitu pula Hadits di atas yang dijadikan alasan menunjukkan makna yang sama,
karena berbunyi: "Ia melibatkan diri dalam suatu perbuatan".
Masalah ini berbeda dengan taklif Allah
kepada manusia. Di samping itu, hadits ini adalah "munqathî"
(terputus sanadnya), sehingga tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalama
masalah ini, kami ungkapkan contoh yang dilakukan oleh tiga orang shahabat yang
telah berlomba dalam beribadah. Salah satunya mengatakan sanggup berpuasa
terus-menerus, yang kedua bangun malam (tahajjud) secara terus menerus, dan
yang ketiga tidak ingin menikah dengan wanita untuk selama-lamanya. Kemudian mereka
datang ke rumah kepada Rasulullah dan bertanya kepada istrinya mengenai ibadah
Rasulullah. Setelah menjelaskan ibadah Rasul tersebut seolah mereka menganggap
ringan ibadah beliau. Kemudian mereka berkata: "Bagaimana kita
dibandingkan Rasulullah, beliau diampuni dosa sebelum dan sesudahnya".
Tatkala mendengar ucapan mereka itu, Rasulullah saw marah dan berkhutbah di
hadapan kaum muslimin:
"Demi Allah, Aku manusia yang paling taqwa kepada Allah diantara kalian. Tetapi aku berpuasa dan berbuka. Aku pun bangun malam dan tidur dan aku juga menikahi wanita. Siapa saja tidak mengikuti sunnahku, maka (mereka) tidaklah termasuk golonganku". (HSR Bukhari, Muslim, An Nasa'i, dan lain-lain)4)
"Demi Allah, Aku manusia yang paling taqwa kepada Allah diantara kalian. Tetapi aku berpuasa dan berbuka. Aku pun bangun malam dan tidur dan aku juga menikahi wanita. Siapa saja tidak mengikuti sunnahku, maka (mereka) tidaklah termasuk golonganku". (HSR Bukhari, Muslim, An Nasa'i, dan lain-lain)4)
Adapun ada tidaknya politik dalam Islam, maka
perlu dijelaskan pengertiannya dari segi istilah syara', yaitu:
"memelihara dan memperhatikan urusan umat/rakyat"5).
-------------------
4) Lihat Shahih Bukhari, IX/89-90; Shahih Muslim, no. 1401; Sunan An Nasaîi VI/60.
5) Lihat Kamus Politik, Ahmad 'Athiyah, hal. 320.
4) Lihat Shahih Bukhari, IX/89-90; Shahih Muslim, no. 1401; Sunan An Nasaîi VI/60.
5) Lihat Kamus Politik, Ahmad 'Athiyah, hal. 320.
Mengangkat seorang khalifah adalah termasuk
kegiatan politik. Sebab, apa tugas khalifah kalau bukan mengurusi masyarakat
dengan aturan yang benar! Perhatikanlah sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh
Al Hakim6):
“Siapa saja di pagi hari tidak memikirkan
masalah kaum muslimin, maka bukan termasuk golongan mereka".
Rasulullah senantiasa memikirkan dan
memelihara urusan ummat selama hidupnya demikian pula para Khulafaur Rasyidin
dan para sahabat sesudahnya. Rasul juga memberitahu kepada para sahabat bahwa
Allah akan meminta tanggungjawabnya (para Khalifah) tentang rakyat yang harus
dipelihara urusannya, sebagaimana sabdanya:
"Dahulu Bani Israil dipimpin dan
dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal,
digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku.
(Tetapi) nanti akan ada banyak khalifah (kepala pemerintahan Islam)". Para
shahabat bertanya: 'Apakah yang engkau perintahkan kepada kami (pada saat
itu)?' Beliau menjawab: "Penuhilah bai'at yang pertama dan hanya yang
pertama itu saja, serta berikanlah kepada mereka haknya. Sebab, Allah nanti
akan menuntut pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang dibebankan
urusannya kepada mereka" (HSR Bukhari dan Muslim)7).
Untuk apa mengkaji ilmu tentang sistem
pemerintahan, kalau bukan untuk diterapkan?
Adapun yang mengatakan bahwa Rasulullah tidak
pernah membentuk partai yang terorganisir untuk menegakkan negara Islam, maka
itu bertentangan dengan firman Allah:
"..Allah ridla terhadap mereka (shahabat) dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)Nya. Mereka itulah partai Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya partai Allah itulah yang beruntung" (Al Mujadalah: 22).
"..Allah ridla terhadap mereka (shahabat) dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)Nya. Mereka itulah partai Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya partai Allah itulah yang beruntung" (Al Mujadalah: 22).
-------------------
6) Lihat Al Mustadrak, jilid IV, halaman 320.
7) Lihat Shahih Bukhari, hadits no. 3455; dan Shahih Muslim, hadits no. 1844.
6) Lihat Al Mustadrak, jilid IV, halaman 320.
7) Lihat Shahih Bukhari, hadits no. 3455; dan Shahih Muslim, hadits no. 1844.
Juga bertentangan dengan sabda Rasulullah saw
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih8):
"Jika masyarakat kaum Muslimin melihat
penguasa yang zhalim lalu tidak mencegahnya dari kezhaliman itu, maka
hampir-hampir ditimpakan azab atas diri mereka".
Sabda Rasul ini merupakan penjelasan tentang
amal jama'i atau kegiatan da'wah yang dilakukan oleh masyarakat, atau
sekelompok kaum Muslimin dalam wadah satu partai yang diperintahkan untuk membentuknya
agar dapat melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Perintah ini lebih ditegaskan
lagi dalam firman Allah SWT:
"(Dan) Hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan (Islam), menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang
beruntung". (Ali
Imran: 104).
Di bawah ini contoh salah seorang anggota
Hizbur Rasul, yakni Mush'ab bin Umair ra. Allah menolongnya menyebarkan Islam
di Madinah sebagai dasar bangunan negara Islam di sana, setelah ia berhasil
mengajak tokoh-tokoh masyarakat Madinah (73 pemimpin) untuk masuk Islam.
Kemudian mereka datang ke Makkah untuk menyerahkan kekuasaannya kepada
Rasulullah saw. Karena itu, dalam hal ini tidak boleh dibedakan antara fardlu
mengangkat khalifah dan fardlu menuntut ilmu.
-------------------
8) Lihat Sunan Abu Dawud, hadits no. 4338; Sunan Tirmidzi, hadits no. 3059; Sunan Ibnu Majah, hadits no. 4005; Sunan Ibnu Hibban hadits no. 1837.
8) Lihat Sunan Abu Dawud, hadits no. 4338; Sunan Tirmidzi, hadits no. 3059; Sunan Ibnu Majah, hadits no. 4005; Sunan Ibnu Hibban hadits no. 1837.
Keduanya merupakan fardlu kifayah, tidak bisa
ditinggalkan salah satunya sebagaimana halnya tidak bisa ditinggalkannya salah
satu dari shalat dan shaum. Sebab, memang yang diperintahkan kepada mukallaf
(manusia yang sudah akil baligh) adalah kedua-duanya.
Di antara pejuang (gerakan) Islam ada yang
berpendapat bahwa jihad adalah satu-satunya jalan yang ditempuh utuk mendirikan
negara Islam. Pendapat ini tidak tepat. Sebab, pengertian jihad adalah
peperangan melawan negara-negara kafir yang memusuhi Islam dan kaum Muslimin,
dengan harta, jiwa dan lidah, untuk menggabungkan negeri-negeri mereka ke
negeri-negeri kaum muslimin, serta menaklukkan mereka agar cahaya Islam
tersebar ke negeri-negeri kafir tersebut. Yang menjadi tujuan jihad lainnya
adalah untuk menghilangkan segala penghalang yang bersifat fisik dan merintangi
kaum muslimin untuk menegakkan keadilan di bumi ini. Dalam usaha ini termasuk
mengubah negeri mereka agar menjadi Darul Islam. Di samping itu, jihad adalah
berupa peperangan untuk mempertahankan Darul Islam sebagaimana sikap Rasulullah
saw dalam mempertahankan Madinah dalam Perang Ahzab. Dengan memperhatikan
pengertian jihad tersebut, maka bagi kaum muslimin sekarang wajib melaksanakan
jihad untuk memerangi kaum Yahudi (Israel) asal tidak berlindung kepada
negara-negara kafir (misalnya AS) yang sombong dan angkuh itu.
Walaupun jihad merupakan fardlu yang harus
berlanjut sampai Qiamat serta tidak dapat terhenti oleh sebab keadilan atau
kezhaliman penguasa, tetapi ia merupakan fardlu lain selain dari fardlu
pengangkatan khalifah yang berupa suatu usaha yang tujuannya mengubah sistem
pemerintahan yang berlaku atas kaum muslimin dari sistem kufur ke sistem Islam
tanpa melihat siapa penguasa itu. Sebab, usaha tersebut bukanlah usaha
perorangan yang ditujukan terhadap pribadi penguasa. Ia bertujuan untuk
mengubah undang-undang yang dihasilkan akal manusia dengan undang-undang dan
peraturan yang diambil dari syariat Islam.
Itulah yang telah dilakukan Rasulullah saw di
Madinah yang pada saat itu masih tunduk kepada peraturan kufur. Tetapi tatkala
pemimpin-pemimpin Madinah membai'at Rasulullah saw, maka kota Madinah telah
menjadi negara Islam yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam. Ketika
Rasulullah saw wafat, para khalifah sesudahnya tetap berusaha mengambil bai'at
orang-orang yang mewakili rakyat untuk melaksanakan hukum Islam di tengah
masyarakat. Di masa kini
tidak ada satu negeri pun yang mengambil aturan Islam berdasarkan syariat Islam
atau madzhab fiqih Islam apapun, walaupun sebagian masih menganggap bahwa
negara mereka adalah negara Islam. Mereka masih mencampuradukkan antara sistem
Islam dengan sistem lain. Padahal peraturan-peraturan dan hukum-hukum Islam
dapat diambil dari pendapat para fuqaha seperti Imam Syafi'i, Maliki, Hanafi,
Hambali, Ja'far, Zaid dan lain-lain, atau diambil langsung dari dalil-dalil
syara' melalui penggalian hukum (proses ijtihad) yang benar. Oleh karena itu
sudah menjadi kewajiban kaum muslimin untuk mengangkat seorang khalifah yang
mengurusi kaum Muslimin berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah SWT, bukan
berdasarkan apa yang tercantum dalam konstitusi Amerika, peraturan dan resolusi
PBB dan juga berdasarkan sosialisme, serikat buruh maupun sosialisme
Internasional atau marxisme.
Oleh karena itu, jihad merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh negara Islam sendiri, atau dilakukan oleh kaum
muslimin, tanpa seijin Imam dalam situasi dan kondisi mengusir pasukan kafir,
apabila terputus komunikasi dengan Imam. Ini berbeda dengan hukum mengangkat
seorang khalifah bagi kaum Muslimin yang dilakukan tanpa mengangkat senjata
terhadap penguasa yang ada, walaupun mereka tidak menerapkan Islam.
Mengenai masalah mengangkat senjata, ada di
antara aktifisda'wah yang berkata bahwa jika kelompok kita telah ditimpa bahaya
dari penguasa saat berjuang menegakkan kekhalifahan, maka dalam keadaan ini
kita berhak untuk membela diri dan boleh berperang dan memerangi penguasa yang
memerangi kita. Mereka bertolak dari berbagai hadits, seperti:
"Siapa saja yang mati tatkala membela diri, maka matinya adalah mati syahid" (HR Ibnu 'Asyakir, dan Ath Thabari dengan lafaz mirip) 9)
"Siapa saja yang mati tatkala membela diri, maka matinya adalah mati syahid" (HR Ibnu 'Asyakir, dan Ath Thabari dengan lafaz mirip) 9)
Hadits-hadits seperti di atas tidak bisa
dijadikan sebagai hujjah. Sebab, tidak ada kaitannya dengan masalah pembelaan
diri terhadap penguasa yang memerangi kaum Muslimin. Hadits-hadits terebut
tercantum pada kitab-kitab fiqih dalam bab: "Menjauhkan Pihak yang
Mengancam Kita".
-------------------
9) Lihat Kanzul 'umaal, Al Burhan Furi, hadits no. 11172 dan 11238. Dalam hal ini hadits-hadits tersebut telah memberi rukhsah bagi kaum muslimin untuk menjauhkan serangan fihak yang mengancam diri, harta dan kehormatan mereka, walau pembelaan tersebut mengakibatkan seseorang meninggal dunia. Pihak pengancam biasanya dari kalangan orang-orang terhina, seperti pencuri dan perampok yang cenderung membunuh atau merampas dan mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Orang-orang tersebut berbeda dengan penguasa yang dimaksud dalam firman Allah SWT:
9) Lihat Kanzul 'umaal, Al Burhan Furi, hadits no. 11172 dan 11238. Dalam hal ini hadits-hadits tersebut telah memberi rukhsah bagi kaum muslimin untuk menjauhkan serangan fihak yang mengancam diri, harta dan kehormatan mereka, walau pembelaan tersebut mengakibatkan seseorang meninggal dunia. Pihak pengancam biasanya dari kalangan orang-orang terhina, seperti pencuri dan perampok yang cenderung membunuh atau merampas dan mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Orang-orang tersebut berbeda dengan penguasa yang dimaksud dalam firman Allah SWT:
"Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka)
bumi.." (Al
Qashash: 83)
Yang dimaksud dengan "orang yang
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan" seperti Fir'aun, misalnya,
adalah penguasa zhalim tetap ada dan berkuasa di setiap masa. Para penguasa ini
berbeda dengan orang-orang yang tujuannya hanya hendak merusak saja. Lagi pula,
para perampas, pencuri dan perampok itu adalah manusia hina yang tidak ingin
menyombongkan diri.
Membela diri berbeda dengan membela da'wah.
Sebab, penguasa tidak memerangi para pejuang da'wah Islam hanya semata-mata
karena ingin merampas kekuasaan mereka, tetapi karena mereka membawa da'wah
Islam. Oleh karena itu dalil tersebut tidak bisa dijadikan sebagai pegangan
untuk mengambil hukum syara' yang membolehkan suatu gerakan da'wah memerangi
penguasa zhalim. Bahkan sebaliknya. Sebab, Rasulullah saw dan para Shahabat
telah ditimpa berbagai macam bahaya /penganiayaan di Mekah sebelum tegaknya
negara Islam. Mereka bersabar dan menahan diri, sehingga diberi rukhsah untuk
orang-orang yang lemah untuk berhijrah ke Habsyah. Mereka tidak diijinkan untuk
berperang.
Islam memang agama yang lengkap dan sempurna,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu, telah Kucukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Kuridlai Islam menjadi agamamu". Oleh karena itu, tidak benar bila ada yang berpendapat bahwasanya keadaan kita sekarang lain dengan masa Rasulullah. Maka menurut pendapat tersebut, kita dibolehkan berijtihad dan menggunakan akal kita untuk mencari suatu metode da'wah yang sesuai dengan keadaan masa kini.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu, telah Kucukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Kuridlai Islam menjadi agamamu". Oleh karena itu, tidak benar bila ada yang berpendapat bahwasanya keadaan kita sekarang lain dengan masa Rasulullah. Maka menurut pendapat tersebut, kita dibolehkan berijtihad dan menggunakan akal kita untuk mencari suatu metode da'wah yang sesuai dengan keadaan masa kini.
Perbedaan fakta tidak ada kaitan dengan
masalah fikrah (ide dasar) dan thariqah (pola operasional) da'wah. Perbedaan
itu boleh ada dalam penggunaan sarana-sarana dan berkaitann dengan
peristiwa-peristiwa yang selalu berkembang. Dahulu orang berpindah-pindah
dengan onta sebagai alat transportasi atau dengan jalan kaki. Namun pada masa
kini, orang-orang menggunakan pesawat terbang dan mobil sebagai alat transpor.
Mengenai fakta yang berkembang ini, para fuqahaa telah menentukan suatu kaidah
syara', yaitu:
"Hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali bila ada suatu dalil yang mengharamkannya".
"Hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali bila ada suatu dalil yang mengharamkannya".
Kaidah tersebut telah diambil dari berbagai
ayat Al Qurâan, seperti antara lain ayat 29 surat Al Baqarah. Meskipun demikian
ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan perbuatan manusia atau aktifitas suatu
gerakan.
Adapun tentang kejadian-kejadian dan
perbuatan manusia, maka hukum asal adalah "mengikatkan diri dengan hukum
syara'". Tidak ada dalam Islam satu ijtihad pun yang berdasarkan akal saja.
Pengertian ijtihad di sini adalah berusaha
semaksimal mungkin untuk mengetahui hukum-hukum syara' tentang masalah-masalah
yang bersifat praktis yang dapat diambil dari rincian dalil-dalil syara'.
Sedang pengertian hukum syara' adalah khitabusysyar'i, yaitu perintah dan
larangan Allah SWT kepada RasulNya yang berkaitan dengan perbuatan manusia.
Seruan tersebut dapat diambil dari dalil-dalil syara', yaitu Al Qur'an, As
Sunnah, dan apa yang ditunjukkan oleh keduanya, berupa ijma Shahabat dan qiyas.
Mengeluarkan hukum berdasarkan keputusan akal semata, berarti merujuk kepada
akal, bukan kepada syara'. Perbuatan semacam ini tidak berbeda dengan tindakan
orang-orang kafir. Sebab, mereka melakukan apa saja yang mereka anggap sesuai
dengan kehendak dan akalnya. Karena itu, perbuatan tersebut tidak dapat
disesuaikan (disamakan) dengan Islam yang di dalam Islam ia merupakan kepatuhan
dan ketaatan kepada Allah SWT. Ketaatan itu adalah mengikuti dan melaksanakan
apa yang diperintahkanNya, sebagaimana yang telah ditentukan dalam Firman Allah
SWT:
"(Dan) Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.." (Al Qashash: 50).
"Akan tetapi orang-orang yang zhalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan (yang bersumber dari Allah).." (Ar Ruum: 29).
"(Dan) Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.." (Al Qashash: 50).
"Akan tetapi orang-orang yang zhalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan (yang bersumber dari Allah).." (Ar Ruum: 29).
Itulah perbuatan mereka yang tidak dilandasi
oleh dalil syara'. Kebaikan bukanlah sesuatu yang dipilih atau ditentukan oleh
manusia, melainkan apa yang dipilih/ditentukan oleh syara'. Syara'lah yang menjadi tolok ukur bagi
seorang Muslim. Menurut pandangan syara', perbuatan baik, buruk, terpuji dan
tercela yang membawa manfaat dan mudlarat; atau yang memperbaiki dan merusak
masyarakat, adalah apa yang ditunjukkan syara' saja; bukan apa yang ditentukan
oleh akal dan hawa nafsu manusia. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (Al Baqarah: 216).
Juga
berdasarkan apa yang ditunjukkan oleh sabda Rasulullah saw:
"Siapa saja yang menambah sesuatu dalam urusan agama ini, yang tidak merupakan bagian darinya, maka hal itu tertolak (yakni harus ditinggalkan)" (HSR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).10)
"Siapa saja yang menambah sesuatu dalam urusan agama ini, yang tidak merupakan bagian darinya, maka hal itu tertolak (yakni harus ditinggalkan)" (HSR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).10)
-------------------
10) Lihat Shahih BukhariJilid VI, halaman 221; Shahih Muslim, hadits no. 18 dan 1718; Musnad Imam Ahmad, jilid VI, halaman 270.
10) Lihat Shahih BukhariJilid VI, halaman 221; Shahih Muslim, hadits no. 18 dan 1718; Musnad Imam Ahmad, jilid VI, halaman 270.
Apa yang dihasilkan dari pendapat manusia
yang berdasarkan akalnya, kecenderungan dan keinginannya, adalah berbeda dengan
apa yang telah ditentukan syara'. Oleh karena itu, harus ada suatu dalil bahwa
pendapat itu berasal dari syara'. Dalam hal ini tidak boleh menyamarkan
pendapat tersebut dengan hadits Rasulullah, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits
Rasulullah saw:
"Siapa saja pada masa Islam mengajarkan suatu sunnah/perbuatan yang baik, maka ia mendapatkan pahalanya beserta pahala orang yang mengikutinya tanpa ia mengulanginya; dan siapa saja yang mengajarkan sesuatu sunnah/perbuatan yang buruk, maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun". (HSR Muslim, Ahmad, Tirmizhi, An Nasa'i, dan Ibnu Majah).11)
"Siapa saja pada masa Islam mengajarkan suatu sunnah/perbuatan yang baik, maka ia mendapatkan pahalanya beserta pahala orang yang mengikutinya tanpa ia mengulanginya; dan siapa saja yang mengajarkan sesuatu sunnah/perbuatan yang buruk, maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun". (HSR Muslim, Ahmad, Tirmizhi, An Nasa'i, dan Ibnu Majah).11)
Maksud perbuatan sunnah di sini adalah
perbuatan yang diikuti dan ditiru oleh orang banyak. Jika perbuatan itu baik,
maka harus ada dalil syara' yang menunjukkan kebaikan perbuatan tersebut,
begitu pula halnya dengan perbuatan buruk yang sama-sama memerlukan dalil.
Karena itu, Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya anak (wali) Adam yang
pertama, dibebankan dosa perbuatan jahat setiap pembunuh sampai Hari
Kiamat". (HSR
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan An Nasa'i).12)
-------------------
11) Lihat Al Fathul Kabir, Yusuf An Nabahani, jilid III, halaman 200.
12) Lihat Shahih Bukhari jilid XII, halaman 169; Shahih Muslim hadits no. 1677; Sunan Tirmidzi hadits no. 2675; Sunan An Nasa'i, jilid VII, halaman 82.
11) Lihat Al Fathul Kabir, Yusuf An Nabahani, jilid III, halaman 200.
12) Lihat Shahih Bukhari jilid XII, halaman 169; Shahih Muslim hadits no. 1677; Sunan Tirmidzi hadits no. 2675; Sunan An Nasa'i, jilid VII, halaman 82.
Dengan demikian, sunnah buruk semacam ini
adalah perbuatan dosa. Sebab, Allah SWT telah mengharamkan pembunuhan.Bukti
larangan dan penjelasan hal tersebut adalah riwayat hadits di atas, yaitu
bahwasanya telah datang sekelompok orang kepada Rasulullah saw dengan penuh
rasa tertarik pada Islam ketika beliau berada di masjid. Pada saat itu mereka
memakai pakaian yang compang-camping yang menonjolkan aurat mereka. Abu Bakar
ra lalu segera pulang ke rumah untuk mengambil pakaian yang dimilikinya,
kemudian dibawanya ke masjid dan diberikan kepada mereka. Para Shahabat yang
melihat tindakan Abu Bakar itu terkejut dan segera menyadari bahwa orang-orang
tersebut memerlukan pakaian. Segeralah mereka mengikuti perbuatan Abu Bakar.
Lalu Rasulullah bersabda sebagaimana tercantum dalam hadits di atas. Perbuatan
Abu Bakar dan sahabat termasuk perbuatan shadaqah, seperti yang banyak
dijelaskan dalam dalil syara'.
Penjelasan terakhir mengenai kesalahfahaman
yang ada pada sebagian aktifis (gerakan) Islam adalah bahwa di antara kelompok
da'wah ada yang berperang dan berkolaborasi bersama dengan suatu kelompok
pemberontak untuk melawan pemberontak lain. Mereka berpendapat bahwa kelompok
yang dibantunya itu lebih Islami atau dapat memperkuat posisi kaum muslimin
atau posisi gerakan itu sendiri. Mereka melakukan perbuatan ini untuk mencari
dukungan, meskipun dukungan itu nantinya akan datang dari pihak lawan.
Kelompok semacam ini menggunakan teori
"tujuan membolehkan segala cara" yang merupakan pemikiran dasar Barat
yang dicetuskan Machiavelli. Mereka mengerjakan sesuatu berdasarkan pendapat
dan persangkaan semata, tanpa dalil yang mendukungnya. Sementaradalil syara'
menunjukkan pengertian yang berlawanan dengan kelompok itu, sebagaimana firman
Allah SWT:
"Maka Perangilah para pembangkang itu...!" (Al Hujurat: 9).
"Maka Perangilah para pembangkang itu...!" (Al Hujurat: 9).
Ayat ini lafadznya 'aam (umum),
mencakup setiap kelompok pemberontak. Jika kelompok pembangkang itu jumlahnya
1, 2 atau 10, maka wajib kaum muslimin memerangi mereka, seluruhnya. Tetapi
jika kaum muslimin memihak pada salah satunya, berarti mereka benar-benar
berperang bersama pihak pemberontak, bukannya memeranginya, sebagaimana
perintah Allah di atas. Perbuatan ini jelas-jelas diharamkan oleh syara'.
Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi
seseorang untuk tidak berjuang, atau berjuang tetapi berada di jalan yang
salah. Bahkan, seharusnya setiap Muslim mempunyai cita-cita tinggi untuk
merealisasikan Islam di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Cukuplah
apabila ada satu kelompok da'wah yang berusaha menegakkan pemerintahan khilafah
Islam, asalkan kelompok tersebut memiliki kekuatan politik yang cukup prima.
Bagi kaum Muslimin yang lainnya, masing-masing memperjuangkan Islam sesuai
dengan bidangnya.
Jika semua cara yang diuraikan di atas tidak
disahkan oleh Islam, maka tinggal satu cara lagi untuk menegakkan pemerintahan
Islam, yaitu da'wah yang dilaksanakan Rasulullah saw, yang menjadi suri teladan
kita berdasarkan wahyu yang diterimanya dari Allah swt. Da'wah beliau
disimpulkan sebagai berikut:
Beliau mulai mengajak masyarakat. Kemudian
diumumkan terang-terangan untuk mendapatkan dukungan masyarakat, untuk mengubah
persepsi (mafahim), keyakinan (qana'at) dan standar (maqayis)
masyarakat. Kemudian meminta perlindungan dari pihak pimpinan atau tokoh-tokoh
masyarakat (yang sudah memeluk Islam) sebagaimana tindakan Rasulullah saw
kepada penduduk Yatsrib yang menerima dan melindungi Rasul dan mendirikan
negara Islam yang pertama di dunia.
Metode
da'wah tersebut merupakan suatu kelaziman bagi kaum muslimin. Ia merupakan
hukum syar'i yang diambil melalui ijtihad yang sah. Karena itu, hendaklah
mereka segera mencari ridla Allah SWT dengan melaksanakan perintahNya, dan
hendaklah mereka mengetahui bagaimana cara melaksanakan kewajiban tersebut
tanpa mencampuradukkan antara fardlu tersebut dengan fardlu-fardlu yang
lainnya.
[bersambung]
Informasi Mailing List Syabab Hizbut Tahrir
Untuk Subscribe (Daftar
ke Milis), kirim email ke :
Syabab-Hizbut-Tahrir-subscribe@yahoogroups.com
Syabab-Hizbut-Tahrir-subscribe@yahoogroups.com
Untuk Unsubscribe (Keluar
dari Milis), kirim email ke :
Syabab-Hizbut-Tahrir-unsubscribe@yahoogroups.com
Untuk Informasi Website, buka di :
http://groups.yahoo.com/group/Syabab-Hizbut-Tahrir
---------------------------------------------
Link resmi Hizbut Tahrir yang terkait :
1. www.al-islam.or.id (Indonesia) : Buletin Jum'at, Berita Aktual, Forum Diskusi (Fiqh, Web Site, Partai Politik), Al-Waie : Jurnal Dakwah dan Politik - Ekonomi, Kitab Islami
2. www.hizb-ut-tahrir.org (English, Arab) : Profil Partai Islam, Analisis Politik, Buku dan Leaflet Islam, Publikasi Fikroh Islami, Kajian Hukum Syara
3. www.khilafah.com (English) : Majalah Islam, Buku-buku Islam, Berita Dunia Islam, Pemikiran Islam, Jurnal Materi
4. www.ramadhan.org (English) : Informasi Shaum, Ceramah Ramadhan, Tafsir Al-Qur'an, Al-Hadits (Audio & Video), e-Cards, Screen Saver
5. www.al-aqsa.org (English) : Berita Aktual dari Palestina, Khutbah Jum'at Masjid Al-Aqsa
Syabab-Hizbut-Tahrir-unsubscribe@yahoogroups.com
Untuk Informasi Website, buka di :
http://groups.yahoo.com/group/Syabab-Hizbut-Tahrir
---------------------------------------------
Link resmi Hizbut Tahrir yang terkait :
1. www.al-islam.or.id (Indonesia) : Buletin Jum'at, Berita Aktual, Forum Diskusi (Fiqh, Web Site, Partai Politik), Al-Waie : Jurnal Dakwah dan Politik - Ekonomi, Kitab Islami
2. www.hizb-ut-tahrir.org (English, Arab) : Profil Partai Islam, Analisis Politik, Buku dan Leaflet Islam, Publikasi Fikroh Islami, Kajian Hukum Syara
3. www.khilafah.com (English) : Majalah Islam, Buku-buku Islam, Berita Dunia Islam, Pemikiran Islam, Jurnal Materi
4. www.ramadhan.org (English) : Informasi Shaum, Ceramah Ramadhan, Tafsir Al-Qur'an, Al-Hadits (Audio & Video), e-Cards, Screen Saver
5. www.al-aqsa.org (English) : Berita Aktual dari Palestina, Khutbah Jum'at Masjid Al-Aqsa
0 komentar:
Posting Komentar