SYARIAH ISLAM MENJAGA AQIDAH UMMAT DAN
KEBUTUHAN RAKYAT
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw. dengan membawa Islam sebagai rahmat
bagi semesta alam. Seluruh interaksi antarmanusia diatur sedemikian rupa oleh
syariah Islam sehingga bisa mewujudkan kebahagian bagi manusia dan harmoni
seluruh alam semesta.
Wujud kerahmatan Islam itu bisa tampak manakala Islam diterapkan secara
sempurna (kâffah) dalam Negara
Khilafah. Umat, baik secara individu dan berjamaah, akan terlindungi oleh
Islam. Sebaliknya, jika umat tidak dijaga dengan penerapan syari’at oleh Negara
Khilafah, maka kondisi umat menderita di dunia dan di akheirat akan terancam
dengan siksa neraka.
Bagaimana gambaran penjagaan Negara Khilafah terhadap rakyatnya tersebut?
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh gambaran penjagaan Negara Khilafah
terhadap berbagai aspek kehidupan rakyatnya.
1.
Negara Khilafah Menjaga Aqidah Umat.
Aqidah atau keimanan adalah perkara yang sangat penting bagi umat Islam. Karena,
ia akan menentukan surga atau nerakanya seseorang. Masalahnya adalah, seseorang
yang telah memeluk aqidah Islam, tidak ada jaminan bahwa ia akan terus memeluk
Islam hingga meninggal dunia.
Keimanan seseorang bisa naik, bisa juga turun. Bahkan, iman seseorang juga
bisa tercerabut dari dalam dirinya. Oleh karena itulah, keimanan seseorang,
bahkan keimanan dari ummat Islam secara keselurhan itu perlu dijaga. Siapa yang
mampu menjaga iman, baik secara individu, dalam keluarga, masyarakat, bahkan
untuk seluruh umat Islam?
Islam telah memiliki mekanisme penjagaan yang berlapis untuk melindungi
aqidah umat Islam secara keseluruhan. Penjagaan yang pertama dan yang utama
akan diberikan oleh Negara Khilafah.
Mengapa Negara Khilafah wajib menjaga aqidah umatnya? Peran Negara
Khilafah dalam menjaga aqidah ummatnya harus dipandang sebagai wujud cinta dan
kasih sayang yang tinggi, agar jangan sampai ada (walaupun hanya satu) dari
ummatnyaada yang tersentuh api neraka. Jangan sampai ada yang keimanan dari
umat ini terus mengalami kemerosotan, bahkan keluar (murtad) dari agama Islam. Sebab,
jika manusia itu sampai mati dalam keadaan kafir, maka dia akan bisa masuk
neraka untuk selama-lamanya, sebagaimana Firman Allah SWT:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ
كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu
dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia
dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS al=Baqarah [2]: 217).
Bagaimana cara Negara Khilafah menjaga aqidah umatnya? Ada beberapa cara
yang harus dilakukan Negara Khilafah dalam menjaga aqidah umatnya, diantaranya
adalah:
1.
Pemahaman dan pembinaan Islam akan terus diajarkan dan ditanamkan secara formal
di seluruh jenjang pendidikan oleh Negara Khilafah.
2.
Pemahaman dan pembinaan Islam juga akan terus didakwahkan oleh Negara
Khilafah melalui berbagai media, tempat ibadah, majlis ta’lim, dan lain-lain
yang ada di tengah-tengah masyarakat.
3.
Negara Khilafah juga akan terus mendorong kepada seluruh kaum muslimin
untuk berperan aktif melakukan amar ma’ruf nahi munkar, agar aqidah dan
pemahaman Islam di tengah-tengah masyarakat dapat terus terjaga.
4.
Aqidah dan pemahaman ummat Islam Insya Allah juga akan dapat terus
terjaga dengan penerapan Islam dalam kehidupan sehari-hari oleh Negara
Khilafah, sehingga akan nampak keagungan dan kemuliaan Islam di mata ummat.
Oleh karena itu, jika semua upaya telah dilakukan oleh Negara Khilafah,
tetapi masih ada juga yang mencoba murtad dari Islam, maka hukumannya
tidak main-main. Jika ada orang Islam
yang mencoba murtad, mengaku sebagai nabi, atau menistakan Islam dan syariahnya,
maka hukumannya adalah akan dibunuh. Nabi saw. bersabda:
Siapa saja
yang murtad dari agamanya, bunuhlah! (HR at-Tirmidzi).
Cara Islam ini akan menjadi semacam imunitas bagi seluruh kaum Muslim.
Dengan cara ini pula pemurtadan akan menghadapi tembok tebal. Virus kemurtadan
yang ingin ditularkan oleh orang-orang murtad seperti saat ini tidak akan
terjadi. Mengapa? Karena tak akan ada orang murtad yang hidup dan menjadi
misionaris.
Penjagaan Negara Khilafah yang luar biasa terhadap agama ini tidak akan
memungkinkan munculnya aliran-aliran sesat, seperti yang terjadi di negeri ini.
MUI Pusat mencatat ada lebih dari 300 aliran sesat di Indonesia. Tidak mungkin
ada Gafatar yang menipu ribuan orang dengan nabi palsunya. Ahmadiyah dan aliran
sesat lainnya juga tidak akan bisa hidup dan menyebarkan ajaran sesatnya
seperti sekarang. Negara Khilafah pasti akan menghentikan dan menghabisi
ajarannya sampai ke akar-akarnya.
Penjagaan Negara Khilafah atas agama ini pun tidak akan memungkinkan
munculnya orang-orang liberal yang merusak Islam dari dalam. Khilafah akan
menghentikan mereka sebelum mereka menyebarkan pemikiran rusak dan sesat
mereka. Negara Khilafah tak akan memberikan ruang sedikitpun bagi pemikiran Barat
(liberalisme, sekularisme, pluralisme dan kapitalisme) berkembang di dunia
pendidikan.Penistaan terhadap Islam, al-Quran dan Nabi saw. juga tidak akan muncul. Syariah Islam
telah memiliki sejumlah sanksi keras atas penistaan ini.
Selain menjaga aqidah orang yang sudah beraqidah Islam, negara khilafah
juga mengajak pemeluk aqidah lainnya untuk masuk Islam. Negara mendakwahi
mereka dan menjelaskan kebenaran aqidah Islam serta kebatilan aqidah selainnya.
Dengan begitu, diharapkan mereka mau meninggalkan aqidah kufur mereka dan
meyakini Islam dengan sukarela dan kemauan sendiri.
Kendati demikian, mereka tidak boleh dipaksa untuk masuk Islam. Allah SWT
berfirman:
﴿لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ﴾
Tidak ada
paksaan dalam memeluk agama [Islam] (QS al-Baqarah [2]:
256).
Jika mereka mau tunduk hukum hukum Islam dan membayar jizyah sebagai bukti
kesediaanya menjadi kafir dzimmi, maka darah, harta, dan kehormatannya pun
dilindungi. Nabi saw. bersabda:
كَتَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِلَى
أَهْلِ الْيَمَنِ، أَنَّهُ مَنْ كَانَ عَلَى
يَهُودِيَّةٍ أَوْ نَصْرَانِيَّةٍ، فَإِنَّهُ لا يُفْتَنُ عَنْهَا، وَعَلَيْهِ
الْجِزْيَةُ
Rasulullah
saw. pernah menulis surat kepada penduduk Yaman, bahwa siapa saja yang tetap
memeluk Yahudi atau Nasrani, dia tidak boleh dihasut [untuk meninggalkan
agamanya], dan dia wajib membayar jizyah(HR Ibn Hazm dalam
kitabnya, Al-Muhalla).
Ketentuan ini dipraktikkan sejak masa Nabi saw. Di Madinah ketika itu
hidup beberapa komunitas berbeda yakni Islam, Yahudi, dan orang-orang musyrik.
Demikian pula kekuasaan Islam meluas ke seluruh Jazirah Arab, terdapat
komunitas Nasrani di Najran. Kondisi itu terus berlangsung hingga masa Khilafah
di sepanjang masa keberadaannya. Ketika Islam berkuasa di Spanyol, Islam bisa
mengayomi Nasrani dan Yahudi sehingga saat itu Andalusia dikenal dengan sebutan
negara dengan tiga agama. Pengakuan Islam terhadap pluralitas masyarakat ini
tentu saja tidak lepas dari ajaran Islam itu sendiri.
2. Negara Khilafah Menjamin Kebutuhan Rakyat
Selain menjaga aqidah, Negara Khilafah juga wajib menjamin kebutuhan
seluruh rakyatnya. Jangan sampai ada sebagian rakyat yang ada dalam Negara
Khilafah yang hidup dalam kondisi yang miskin, tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya, sementara sebagian yang lain hidup dalam kondisi yang kaya raya, dengan
harta yang sangat berlimpah, sebagaimana yang terjadi pada saat ini.
Allah SWT telah memerintahkan kepada Penguasa Islam untuk mengatur ekonomi
negaranya agar seluruh rakyat dapat memenuhi kebutuhannya, bahkan seluruhnya
dapat hidup dalam keadaan yang makmur makmur dan sejahtera. Allah SWT
berfirman:
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ﴿٧﴾
Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu (QS al-Hasyr: 7).
Bagaimana cara
Khilafah menjamin agar harta kakayaan itu dapat terdistribusi secara adil
di tengah-tengah manusia? Peran Negara Khilafah yang penting dalam mewujudkan
hal itu adalah dengan menerapkan konsep kepemilikan dalam Islam yang membagi
kepemilikan menjadi tiga jenis, yaitu:
1.
Kepemilikan individu, yaitu hukum syara' yang berlaku
bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk
memanfaatkannya secara langsung atau mengambil kompensasi (iwadh) dari
barang tersebut.
2.
Kepemilikan umum, yaitu ijin Asy-Syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama
memanfaatkan suatu benda. Contohnya adalah: pertambangan, minyak bumi, gas, kehutanan dsb.
3.
Kepemilikan negara, yaitu harta yang tidak termasuk kategori milik umum melainkan milik
individu, namunbarang-barang tersebut terkait dengan hak kaum muslimin secara
umum. Contohnya
adalah: jizyah,kharaj, ghanimah, fa’i, ‘usyur dsb.
Individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, telah diatur
mekanismenya dalam Islam. Peran negara adalah menjaga dan mengatur agar urutan
pemenuhan kebutuhan hidup masing-masing individu dapat terpenuhi sesuai dengan
aturan Islam. Urutan pemenuhan kebutuhan tersebut adalah:
1.
Islam menetapkan tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan pokok individu,
yaitu terpenuhinya kebutuhan akan sandang, papan dan pangan kepada individu
2.
Islam telah mewajibkan setiap pria, yang baligh, berakal dan mampu untuk
bekerja memenuhi kebutuhan dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya,
seperti anak, isteri, ibu, bapak dan saudaranya.
3.
Jika individu tersebut tidak mampu dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya,
maka beban tersebut dibebankan kepada ahli waris dan kerabat dekatnya.
4.
Jika ini juga tidak ada, maka beban tersebut barulah berpindah ke pundak
negara.
Sedangkan untuk pemenuhan
kebutuhan pokok masyarakat dalam bentuk pendidikan, kesehatan dan keamanan juga
merupakan kebutuhan asasi dan harus ditempuh negara dengan mekanisme langsung, Artinya, negara memberikan fasilitas
pendidikan dan kesehatan secara cuma-cuma atau semurah mungkin, serta
menciptakan stabilitas dalam negeri demi terciptanya rasa aman warga negara.
Ini berlaku
bagi seluruh rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim; baik kaya maupun
miskin—mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama.
Dalam hal pengelolaan kepemilikan umum, Negara Khilafah juga akan menjaga dan
mengelola harta milik umum. Dalam hal menjaga harta milik umum itu,yang pertama:Negara
Khilafah akan menetapkan harta tertentu sebagai milik umum. Kedua, harta milik
umum itu tidak boleh dikuasakan, diserahkan atau diberikan kepada swasta. Dan
ketiga, Negara Khilafah harus mengelolanya langsung mewakili rakyat dan
hasilnya dikembalikan kepada rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam bentuk berbagai pelayanan.
Islam menetapkan tiga jenis harta sebagai milik umum. Pertama, adalah
harta-harta yang menjadi fasilitas publlik, yang jika tidak ada maka masyarakat
akan mengalami dharar dan persengketaan dalam mencarinya. Rasul saw bersabda:
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ
وَالنَّارِ»
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan
api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Kedua, harta yang tabiat pembentukannya menghalanginya untuk dikuasai oleh
individu. Misalnya, laut, sungai, danau, jalan umum, masjid dan
sebagainya. Ketiga, barang tambang yang
jumlah depositnya besar. Hal itu
berdasarkan penuturan Abyadh bin Hamal.
أَنَّهُ
وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ -
قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِى بِمَأْرِبَ - فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ
وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا
قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْهُ
“Ia datang kepada Rasulullah saw. Ia meminta (tambang) garam –Ibn
al-Mutawakkil berkata “yang ada di Ma’rib”-. Maka Beliau memberikannya
kepadanya. Ketika ia pergi, seseorang di majelis itu berkata: “apakah Anda
tahun apa yang Anda berikan, melainkan Anda memberinya (sesuatu laksana) air
yang terus mengalir”. Ibn al-Mutawakkil berkata: “maka Rasul menarik kembali
darinya (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Baihaqi)
Dengan hukum-hukum ini, maka harta milik umum itu akan tetap menjadi milik
seluruh rakyat secara hakiki, dimana seluruh rakyat bisa mendapatkan dan
merasakan manfaat dari harta-harta milik umum itu.
Selain semua itu, sistem Islam akan menerapkan sistem moneter berbasis
emas dan perak atau Dinar dan Dirham. Emas dan perak (Dinar dan Dirham)
memiliki nilai intrinsik sehingga nilainya senantiasa terjaga. Negara dalam
sistem ini tidak bebas mencetak uang. Akan tetapi negar aboleh mencetak uang
asalnya ada emas atau perak yang memback-up nya secara penuh. Kekuatan mata
uang berbasis emas dan perak ini bersandar pada nilai intrinsiknya, bukan pada
kekuatan perekonomian negara. Sehingga, sistem mata uang ini justru bisa
menjadi faktor untuk meguatkan perekonomian negara. Berbeda dengan sistem
moneter saat ini yaitu sistem uang kertas fiat money yang tidak memiliki
nilai intrinsik sebaliknya nilainya ada karena ditetapkan dengan undang-undang.
Kekuatan nilainya bergantung pada kekuatan perekononomian negara. Negara juga
bisa mencetak uang kapan saja dan berapa saja. Akibatnya, mata uang kertas fiat
money ini terus menerus mengalami inflasi karena nilainya menurun akibat
jumlahnya yang terus bertambah selain karena pencetakan juga karena sistem reserve
banking, riba transaksi di sektor non riil dan transaksi derivatif. Maka
mata uang kertas fiat money tidak bisa menjadi faktor untuk mengokohkan
perekonomian, sebaliknya justru menjadi faktor ketidakstabilan perekonomian.
Itulah beberapa contoh bagaimana Negara Khilafah akan menjaga aqidah dan
menjamin kebutuhan rakyanya dengan sangat sempurna. Dengan itu kehidupan
masyarakat pun menjadi tenang, tenteram dan bahagia serta dijauhkan
sejauh-jauhnya dari hal-hal yang bisa merusak ketenteraman dan kebahagiannya.
Itulah kerahmatan Islam bagi masyarakat, dari urusan agama hingga harta benda. []
0 komentar:
Posting Komentar