KEIKHLASAN
Oleh : Abdul Hanif
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِىُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْن ُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِىُّ قَالَ أَخْبَرَنِى مُحَمَّدُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِىُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ
اللَّيْثِىَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ - رضى الله عنه - عَلَى
الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ «
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ،
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا
أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ
إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ »
"Sesungguhnya semua perbuatan itu
tergantung dari niatnya; dan setiap orang akan mendapatkan balasan sekadar
dengan apa yang ia niatkan. Siapa saja
yang hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya, atau karena wanita yang
hendak dinikahinya; sesungguhnya hijrahnya itu tergantung dari apa yang
ditujunya.“
Ikhlash menurut pengertian bahasa adalah
meninggalkan riya‘/pamer dalam ketaatan. (tarku al-riyaa' fi al-thaa'ah
. Sedangkan menurut istilah, ikhlash
adalah bersihnya hati dari setiap campuran yang dapat mengeruhkan
kesuciannya; dan sucinya hati dari semua hal yang dianggap bisa mencampuri yang
lainnya Jika hati telah suci
dari semua yang bisa mencampurinya, atau telah bersih dari setiap campuran maka
orang tersebut telah ikhlash (khaalish). Al-Jurjaniy, al-Ta'rifaat, juz
1/28
Dalam kamus Mukhtaar al-Shihaah
dinyatakan ikhlash dalam ketaatan adalah meninggalkan riyaa' /pamer.
(al-ikhlaash fi al-thaa'ah tark al-riyaa’) Imam Al-Raziy, Mukhtaar
al-Shihaah, hal. 184
Ikhlash adalah lurusnya perbuatan hamba, baik
dhahir maupun bathin. Dzun Nun ra,
berkata, "Ada
tiga perkara yang menjadi tanda keikhlasan; tidak memperhatikan pujian dan
celaan manusia, selalu lupa untuk memperlihatkan amal dalam seluruh amal
perbuatannya, dan mengharapkan pahala amal di akherat." Imam
Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 2/146
"Ikhlash adalah benar-benar hanya
mentaati Allah dalam semua ketaatan; dan
semua itu ia lakukan semata-mata untuk mendekatkan diri hanya kepada
Allah swt, tanpa menghiraukan lagi pujian manusia; tanpa mempedulikan lagi
apakah perbuatannya disukai atau dipuji manusia; dan tanpa menghiraukan lagi
semua tendensi selain taqarrub ila al-Allah (mendekatkan diri hanya kepada
Allah swt). Boleh juga dinyatakan,
ikhlash adalah sucinya perbuatan dari keinginan untuk diperhatikan makhluk”.
Imam Nawawiy, Al-Tibyaan fi Adaab Hamalat al-Quran, juz
1/18
IKHLASH dalam beramal merupakan sebuah
kewajiban. Ketentuan ini didasarkan pada
firman Allah swt;
وَمَا أُمِرُوا
إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus". [TQS al-Baiyyinah
[98]:5]
Nabi saw bersabda;
"Sesungguhnya manusia yang pertama kali
diadili di hari akhir adalah lelaki yang bersaksi bahwa ia berjuang di jalan
Allah, kemudian membawa amalnya di hadapan Allah swt. Allah mengetahui dan dia
mengetahui. Kemudian, Allah bertanya, " Untuk siapa kamu
melakukan hal itu?". Lelaki
tersebut menjawab, "Sesungguhnya saya berperang karena Engkau.” Allah
berfirman, "Bohong, sesungguhnya kamu berperang agar kamu dikatakan
pemberani. Kemudian lelaki itu
dihisab dan dilemparkan ke neraka.
Kedua, lelaki yang diluaskan rejekinya oleh Allah dan menginfaqkan
hartanya. Lalu, ia membawanya di hadapan
Allah. Dia mengetahui dan Allah
mengetahuinya. Allah bertanya,
"Untuk siapa kamu melakukan hal itu?". Lelaki tersebut menjawab, "Tidaklah aku
berinfaq kecuali karena Engkau." Allah berfirman, " Bohong!",
kamu melakukan hal tersebut supaya kamu dikatakan dermawan”. Allah memerintahkan untuk
menghisab amal lelaki tersebut, sampai kemudian dia dilemparkan ke neraka. Ketiga, seorang lelaki yang belajar ilmu,
mengajarkannya, dan membaca Al-Quran.
Lelaki itu kemudian membawa amal tersebut di hadapan Allah. Dia mengetahui dan Allah pun mengetahuinya, . Allah bertanya, "Untuk siapa kamu
melakukan hal itu?". Lelaki itu menjawab, " Saya belajar dan mengajarkan ilmu, dan membaca
Al-Quran demi Kamu." Allah berfirman, " Bohong!". Sesungguhnya kamu mengajar agar kamu
dikatakan orang 'alim, dan kamu membaca Al-Quran agar dikatakan qari'. Kemudian Allah memerintahkan untuk menghisab
lelaki tersebut, sampai kemudian ia dilemparkan ke neraka."[HR. Imam Muslim]
0 komentar:
Posting Komentar