×

Selasa, 28 Juni 2016

PEREMPUAN TAAT & MENCINTAI SUAMI

Dalam Lisānul Arab Ibnu Manzūr terdapat ungkapan al-mar’ah al-hasanah at-taba’ul, yaitu perempuan yang menaati suami dan mencintainya.
Dari Abu Huraira ra bahwa Rasulullah saw ditanya tentang sebaik-baik perempuan, maka Beliau bersabda: “(Perempuan) yang menaati suami apabila diperintah, yang menyenangkan suami apabila dipandang, serta menjaga hak-hak suami pada dirinya dan hartanya.” (HR. Nasa’i).
Sesungguhnya perempuan solihah itu adalah perempuan yang menunaikan hak-hak Tuhannya, hak-hak suaminya, dan hak-hak anak-anaknya, serta menyambung silaturrahim dengan keluarga dan kerabatnya, mencari keridhaan suaminya, dan berusaha menjaga kehormatannya, sehingga ia menyenangkan suami apabila suami memandangnya, sebab pada dirinya tidak ada sesuatu yang tidak disenangi suaminya; juga ia menaati suaminya apabila diperintah dalam hal yang tidak menyalahi syariah Islam, sebab ketaatan itu dalam kebaikan, dan tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Dan ketika suaminya tidak ada, maka ia menjaga kehormatannya, menjaga rumahnya, harta bendanya dan yang lainnya. Sehingga ketika suami tidak ada, maka ia menjadi penjaga terbaik setelah Allah SWT.
Termasuk kebutuhan istri pada suaminya adalah komitmen istri untuk segala sesuatu yang akan mewujudkan keridhaan suami dengan cara yang baik, dan untuk segala sesuatu yang akan mewujudkan kebahagiaan rumah tangganya, dan mewarnai kasih sayang di dalamnya, sehingga ia tidak pergi keluar dari rumah suaminya tanpa seizinnya, serta mengurusi semua urusan rumahnya sebaik mungkin, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Perempuan itu adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari). Sehingga ia memberikan yang terbaik dalam mengurusi anak-anaknya, dan memberikan yang terbaik dalam mengurusi semua urusan suaminya.
Begitu juga ia tidak membiarkan orang-orang yang tidak disukai suaminya masuk ke dalam rumahnya; bersikap baik terhadap tamu-tamu suaminya seperti memberi mereka jamuan yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Perempuan solehah bersikap baik terhadap keluarga suaminya dalam memperlakukan mereka, dengan berharap keridhaan suaminya karena keridhaan Allah SWT tergantung keridhaan suami, sebagaimana yang ditunjukkan oleh nash-nash syariah.
Perempuan solihah mengenal suaminya karena kebaikannya setelah kebaikan Allah SWT, sehingga ia tidak mengingkari kebaikan suaminya apabila ia melihat sesuatu yang tidak disenangi ada pada suaminya, dengan demikian ia tidak termasuk di antara kaum perempuan yang mengkufuri al-‘asyīr (kebaikan suami), sebab mereka itulah mayoritas perempuan penghuni neraka. Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata: Rasulullah saw keluar pada Idul Adha atau Idul Fithri menuju tempat shalat, lalu Beliau melewati kaum perempuan dan bersabda: “Wahai kaum perempuan perbanyaklah sedekah, karena aku melihat kalian yang terbanyak menjadi penghuni neraka.” Mereka bertanya mengapa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri al-‘asyīr (kebaikan suami).” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mereka mengkufuri al-‘asyīr (suami), dan mengkufuri kebaikannya, kalau kamu berbuat baik kepada salah satu dari mereka (kaum perempuan) selama setahun, lalu ia melihat sesuatu (yang tidak baik padamu), maka ia berkata: saya tidak pernah melihat kebaikan sama sekali darimu.”
Di antara kebaikan perempuan adalah mengemban dakwah bersama suaminya, atau menyeru suaminya untuk mengemban dakwah jika ia bukan seorang pengemban (aktivis) dakwah, serta masing-masing (suami-istri) saling membantu dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT.
Adakah yang lebih utama dari seorang perempuan yang berpuasa yang menaati suaminya, dan mencari keridhaannya dengan melaksanakan perintah dari Rasulullah saw, di mana dengan semua itu ia mengharap keridhaan Allah SWT? Dengan demikian, ia telah menggabungkan taqarrub (ibadah) yang mendekatkannya kepada Allah melalui puasa dengan taqarrub (ibadah) melalui ketaatan pada suaminya, serta melalui caranya yang terbaik dalam mengurusi semua urusan suaminya dan urusan rumahnya.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 19/6/2016.

0 komentar:

Posting Komentar

 
×
Judul