×

Kamis, 19 Januari 2017

BERBUAT DOSA, SEBELUM TUJUH JAM BERTAUBAT

sumber: copas dari telegram
KH. Hafidz Abdurrahman, MA., [14.01.17 06:56]

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
[Khadim Majelis-Ma’had Syaraful Haramain]


Soal:

Ada hadits, bahwa amal buruk dicatat setelah enam jam. Jadi, sebelum enam jam kita bertaubat dan istighfar, maka tidak dicatat dalam catatan amal kita. Mohon penjelasannya.


Jawab:

Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam at-Thabrani dan al-Baihaqi, dengan redaksi sebagai berikut:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ - رضي الله تعالى عنه - عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنه قَالَ: إِنَّ صَاحِبَ الشِّمَالِ لِيَرْفَعُ الْقَلَمَ سِتَّ سَاعَاتٍ عَنِ الْعَبْدِ الْمُسْلِمِ الْمُخْطِئِ أَوِ الْمُسِيءِ، فَإِنْ نَدِمَ وَاسْتَغْفَرَ اللهَ مِنْهَا أَلْقَاهَا، وَإِلَّا كُتِبَتْ وَاحِدَةً [رواه الطبراني في معجمه الكبير، والبيهقي في شعب الإيمان]. والحديث حسنه الشيخ الألباني في صحيح  الجامع الصغير، وأورده ضمن السلسلة الصحيحة.

“Dari Abu Umamah radhiya-Llahu ‘anhu, dari Rasulullah shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama, baginda bersabda, bahwa Malaikat pencatat keburukan akan mengangkat penanya enam jam dari seorang hamba Muslim yang melakukan kesalahan atau keburukan. Jika dia menyesal, dan memohon ampunan kepada Allah atasnya, maka dia akan gugurkan. Jika tidak, maka keburukan atau kesalahan itu akan dicatat satu.” [Hr. at-Thabrani dari Mu’jam al-Kabir, dan al-Baihaqi dalam Sya’b al-Iman].

Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Bani dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir, dan beliau masukkan ke dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah.

Imam al-Manawi dalam kitab Faidh al-Qadir menjelaskan makna hadits di atas sebagai berikut:

(إن صَاحب الشمَال) أَي: كَاتب السَّ
يِّئَات (ليرْفَع الْقَلَم) أَي: لَا يكْتب مَا فَرَطَ من الْخَطِيئَة (سِتّ سَاعَات) يحْتَمل الزمانية, وَيحْتَمل الفلكية (عَن العَبْد الْمُسلم المخطىء)؛ فَلَا يكْتب عَلَيْهِ الْخَطِيئَة قبل مُضِيِّها، بل يُمْهِلُه تِلْكَ المدّة، (فَإِن نَدم) على فِعْلِه الْخَطِيئَةَ (واستغفر الله مِنْهَا) أَي: طلب مِنْهُ أَن يغفرها لَهُ, وَتَابَ تَوْبَة صَحِيحَة (أَلْقَاهَا) أَي: طَرَحَها فَلم يَكْتُبهَا، (وَإِلَّا) أَي: وَإِن لم ينْدَم, وَلم يسْتَغْفر (كتبت) يَعْنِي: كتبهَا كَاتب الشمَال (وَاحِدَةً) أَي: خَطِيئَة وَاحِدَة، بِخِلَاف الْحَسَنَة فَإِنَّهَا تكْتب عشرًا، ذَلِك تَخْفيفٌ من ربكُم وَرَحْمَة. أهـ.

“Shahib as-Syimal” maksudnya adalah Malaikat pencatat keburukan. “La yarfa’ al-qalam” maksudnya tidak akan mencatat kesalahan yang telah dilakukan. “Sitta sa’at” bisa berarti waktu [enam jam], atau konotasi perbintangan. “An al-‘abdi al-Muslim al-Mukhthi’” maksudnya tidak akan mencatat kesalahan atas namanya, sebelum lewat waktu [enam jam] tersebut. Sebaliknya, dia akan mengulur-ulur hingga tenggat waktu tersebut. “Fain nadima” jika dia menyesal atas perbuatannya yang salah. “Wa istaghfara-Llah minha”  maksudnya, meminta ampun kepada Allah atas kesalahannya, dan bertaubat dengan taubat yang benar, maka: “Alqaha” maksudnya, dia gugurkan dan tidak dia catat. “Wa Illa” [jika tidak], maksudnya tidak menyesal, dan tidak memohon ampunan, maka: “Kutibat” [dicatatlah], maksudnya Malaikat pencatat keburukan itu mencatatnya, “Wahidah” [sekali] kesalahan. Berbeda dengan kebaikan, ia akan dicatat sepuluh kali lipat. Itu merupakan keringanan dan kasih sayang dari tuhan kalian. – sampai di sini [penjelasan al-Manawi].

Jadi, hadits yang menjelaskan ditahannya catatan dosa sebelum enam jam, atau dalam riwayat lain, disebutkan oleh al-Haitsami dan al-Manawi, dengan redaksi 7 jam, dan bukan 6 jam, memang ada. Hadits ini juga bukan hadits dhaîf [lemah], apalagi maudhû’ [palsu].

Secara harfiah, memang benar, sebelum 6 atau 7 jam, ketika kita beristighfar, Allah akan mengampuni dosa kita. Hanya saja, perlu dicatat, bahwa ini adalah masalah ghaib. Masalah ghaib ini merupakan masalah akidah. Sedangkan dalam masalah akidah, satu-satunya dalil yang bisa digunakan adalah dalil Qath’i.

Sedangkan hadits ini adalah hadits Ahad. Hadits Ahad, dari aspek sumber [tsubût] jelas tidak Qath’i, tetapi Dzanni [spekulatif]. Meski dari aspek redaksi [dalâlah]-nya, Qath’i.

Karena hadits di atas adalah hadits Ahad, sedangkan masalah yang dibahas adalah masalah akidah, maka meski kita harus mempercayainya, tetapi

karena kedudukan hadits tersebut tidak bisa mencapai level 100% keyakinan, maka keyakinan kita pun tidak sampai 100%.

Dengan begitu, kita tidak bisa mengandalkan kesempatan 6 atau 7 jam setelah berdosa lalu bertaubat. Meski boleh tetap berharap mendapat ampunan Allah. Sebab, ini hanya dugaan atau spekulasi, itu pun kalau Allah berkenan mengampuni.

Justru sebaliknya, jangan melakukan dosa. Karena takut, taubat kita tidak diterima oleh Allah. Karena hak menerima atau tidak itu adalah hak-Nya. Itulah mengapa, para sahabat selalu menangis karena takut amalnya tidak diterima. Bukan takut karena dosanya banyak.

Wallahu a'lam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
×
Judul